Kamis, 18 Desember 2008


PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DASAR DAN IMPLIKASINYA

(Studi pada Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur)

DEVELOPMENT PLANNING IN BASIC EDUCATION AND IMPLICATION

(Study at Education Departemen of Belitung Timur County)

INDRAWADI

Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi

Prof. Dr. SJAMSIAR SJAMSUDDIN INDRADI

Ketua Komisi Pembimbing

Drs. ABDULLAH SAID, M.S

Anggota Komisi Pembimbing

RINGKASAN

Perencanaan Pembangunan Daerah yang menjadi salah satu rumpun dalam Ilmu Administrasi Publik memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu proses pembangunan termasuk pembangunan bidang pendidikan dasar dalam rangka menyiapkan Sumberdaya Manusia dalam menghadapi persaingan bebas di era global sekarang ini. Dengan mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2003 dan UU Nomor 25 Tahun 2004, masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi program pendidikan. Selain itu diamanatkan pula bahwa dana pendidikan dalam anggaran belanja daerah minimal 20 % dari total anggaran. Di Kabupaten Belitung Timur ada fenomena bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bidang pendidikan dasar sangat rendah, demikian pula pendanaan untuk pendidikan masih terasa minim. Hal ini dapat menimbulkan suatu permasalahan bahwa pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur terasa belum optimal.

Untuk itu pada penelitian ini berusaha mengangkat permasalahan tersebut dengan menggunakan penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif yang difokuskan pada pendekatan perencanaan yang dikembangkan, anggaran belanja bidang pendidikan dasar, faktor yang menghambat dan mendukung dalam perencanaan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan dasar dan kemajuan bidang pendidikan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Dari temuan dilapangan dapat disimpulkan bahwa pendekatan perencanaan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur cenderung menggunakan pola Top – Down dan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan perencanaan sangat rendah. Sedangkan anggaran untuk pembangunan bidang pendidikan dasar pada tahun 2008 hanya berkisar 7,8% masih jauh dari yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penyusunan perencanaan yaitu terdiri dari kurangnya kemampuan perencana terutama di sekolah dan keterbatasan jumlah tenaga perencana di Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, pola penyusunan rencana anggaran yang diterapkan untuk sekolah dan kurangnya koordinasi antar SKPD. Faktor yang mendukung yaitu tersedianya dokumen-dokumen perencanaan dan adanya keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan pendidikan. Pola pendekatan seperti ini berimplikasi pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan dasar dan kemajuan pembangunan bidang pendidikan dasar terasa sangat lambat dan hal ini mengakibatkan pencapaian tujuan pembangunan bidang pendidikan Kabupaten Belitung Timur sulit tercapai tepat pada waktunya.

SUMMARY

Regional development planning, which becomes one of families in public administration science, holds an important role in the success of development process including development of basic education field in order to prepare human resources to deal with free competition in present global era. By referring to UU No. 20-2003 and UU No. 25 - 2004, society have rights to participate in education program planning, implementation, monitoring and evaluation. Besides, it is mandated that 20% of budget total at minimum is for education funds in regional budgeting. In Belitung Timur County, there is a phenomenon where society’s participation in development process of basic education field is still low and its education funds is minimum, far from the expected provision in the law. It can rise a problem that the development in basic education at Belitung Timur County is perceived not optimum yet.

Therefore, this research tries to adopt the problem by using descriptive study with qualitative approach that focuses on development planning aproach, basic education budgeting, resistant and supported factors in planning, society participation in basic education development and progress of education in reaching the desired target.

From the findings in the field, it can be drawn a conclusion that development planning of basic education approach in Belitung Timur County tends to use top-down approach and society participation in composing planning is extremely low. While, budget for developing of basic education in 2008 is just about 7.8%. It is far from the mandate in the regulation. The hampering factors in composing planning are the lack of planners skills especially in the school and the limitation of planner force amount in Education Department of Belitung Timur County and budget composing pattern implemented in the school and the lack of coordination among SKPD. While, the supporting factor is the availability of planning documents and the society’s desires to participate in composing education planning. Top-down approach pattern in composing planning has implication on the low participation of society in the implementation of basic education field development and its progression is felt too slow and it makes goal achievement in education field not on-time.

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegagalan pembangunan yang dilaksanakan di negara berkembang menurut Zauhar dalam bukunya “Administrasi Publik” banyak disebabkan oleh pengabaian terhadap dimensi dari administrasi publik sehingga tidak diragukan lagi pentingnya administrasi publik dalam pembangunan, khususnya di negara berkembang. Kata administrasi sendiri memiliki berbagai makna yang beragam tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Sjamsuddin (2006) menjelaskan bahwa dengan berkembangnya administrasi sebagai cabang ilmu membuat pemahaman administrasi juga ikut berkembang mulai memandang administrasi sebagai tata usaha (pengertian administrasi secara sempit), seni, teknik dan keterampilan, manajemen, proses, sampai pada pemerintahan.

Dijelaskan oleh Sjamsiar (2006) bahwa ilmu administrasi dibagi dalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu (1) administrasi publik yaitu administrasi yang menyangkut seluruh rangkaian penyelenggaraan untuk mencapai tujuan kenegaraan seperti administrasi pemerintahan, administrasi pendidikan, administrasi perusahaan administrasi daerah dan lain-lain; (2) administrasi swasta/privat, dan (3) administrasi internasional.

Ilmu Administrasi Publik sendiri yang menurut Silalahi (2006), mempunyai objek pada pelayanan publik tentu saja harus mampu menjawab tantangan-tantangan dalam memberikan pelayanan bagi publik di era global ini.

Pembangunan untuk pelayanan publik yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi pelayanan pada setiap warga negara akhirnya melahirkan ilmu administrasi pembangunan yang merupakan salah satu disiplin ilmiah dalam rumpun administrasi publik. Sebagai suatu disiplin ilmiah, menurut Siagian (2003) Administrasi Pembangunan mempunyai fokus analisis khusus, yaitu penyelenggaraan seluruh kegiatan pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan suatu negara/bangsa.

Ditinjau dari administrasi pembangunan, Siagian (2003) berpendapat bahwa keberadaan suatu negara bangsa adalah demi peningkatan kesejahteraan seluruh warganya karena negara-negara di dunia umumnya didirikan sebagai welfare state terlepas dari ideologi dan sistem politik yang dianut. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai jenis organisasi yang tangguh dan handal baik di dalam maupun di luar lingkungan pemerintahan untuk menghadapi tantangan dengan intensitas yang berbeda-beda dan pasti akan dihadapi di masa yang akan datang.

Dalam pembangunan bidang apapun, perencanaan merupakan unsur penting dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Perencanaan pembangunan sangat diperlukan karena adanya keterbatasan-keterbatasan sumberdaya yang sebagai modal pembangunan. Kunarjo (2002) mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan pembangunan ini, negara-negara yang sedang berkembang masih mempunyai hambatan-hambatan antara lain kekurangan sumber daya alam, kekurangan peraturan-peraturan yang mendukung, kekurangan modal, serta kekurangan jiwa kepemimpinan sebagai hambatan yang subjektif.

Dalam perspektif administrasi publik, dapat dipahami bahwa peran pemerintah sangatlah penting dalam perencanaan pembangunan di Indonesia terutama menyangkut perannya untuk mengatur (policy formulation) dan mengurus (policy application) dan dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan dapat efektif apabila pemerintah dengan melibatkan peran birokrasi pemerintah (public bureaucracy) mampu merumuskan tujuan yang hendak direalisasikan, mengetahui proses dan segala bentuk hubungan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pemerintah harus mempunyai kekuatan dan kekuasaan dalam penggunaan sumber daya yang ada.

Ketika kewenangan pemerintah tidak cukup untuk menjamin intervensi pemerintah ke dalam publik konsep administrasi pembangunan muncul menawarkan pendekatan pilihan publik (public choice) seperti yang disampaikan oleh Fredericson (1988). Pendekatan pilihan publik ini merupakan instrumen pokok dalam administrasi pembangunan yang diterapkan di negara berkembang. Menurut Wrihatnolo dan Nugroho (2006), dalam ilmu administrasi, fokus perhatian perencanaan pembangunan diletakkan pada cara yang paling efektif untuk menyalurkan manfaat pembangunan, yang telah ditentukan secara terukur melalui pendekatan ilmu politik dan ilmu ekonomi yang dikenal dengan mekanisme penyaluran (delivery mechanism).

Secara empiris, pendekatan perencanaan pembangunan yang pada masa orde baru merupakan perencanaan yang sangat sentralistik perlahan-lahan mengalami perubahan. Perencanaan pembangunan daerah yang tadinya merupakan penjabaran dari perencanaan pusat yang dilaksanakan di daerah, beralih menjadi perencanaan sebagai suatu hasil pergulatan daerah dalam merumuskan kepentingan lokal. Hal ini sangat dimungkinkan dengan munculnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah serta adanya Undang-Undang Nonor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Kondisi ini memberi kesempatan yang sangat luas dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otonomi daerah), karena dengan lahirnya undang-undang tersebut berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian pula peran pemerintahan pusat yang bersifat sentralistis yang telah berlansung selama lebih dari 50 tahun akan lebih diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada daerah (desentralisasi).

Sistem perencanaan pembangunan nasional telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 dan Undang-undang nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara. Dalam penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) juga dikenal dengan apa yang disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kelurahan/desa hingga tingkat Kabupaten untuk penyusunan RKPD Kabupaten. Musrenbang ini bertujuan untuk menyerap aspirasi dan segalah kebutuhan yang ada dimasyarakat termasuk kebutuhan akan pendidikan yang layak.

Mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari prinsip pendidikan yang diselenggarakan oleh, untuk, dan dari masyarakat, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pemenuhan atas ciri khas yang berkenaan dengan nilai-nilai sosial dan kultural pada masyarakat tertentu.

Idealnya model perencanaan pendidikan yang harus diterapkan berdasarkan gabungan antara Bottom-Up Planning dan Top-Down Planning seperti yang diuraikan pada sistem perencanaan pembangunan nasional diatas. Berdasarkan Juklak Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas model perencanaan pendidikan harus dimulai dari perencanaan di sekolah yang bersama-sama dengan Komite Sekolah membuat apa yang disebut dengan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). RPS ini nantinya akan menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten bersama Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota untuk menyusun Rencana Pengembangan Pendidikan di Kabupaten (RPPK) dengan mengacu arah dan kebijakan pembangunan pendidikan provinsi dan nasional yang termuat dalam RPJM Provinsi dan RPJM Nasional. RPPK inilah nantinya menjadi sebagai salah satu acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas Pendidikan Kabupaten.

Dari model perencanaan yang dikembangkan oleh jelas terlihat bahwa perencanaan Top Down terletak pada penyusunan RPS harus mempedomani RPJM Kabupaten dan penyusunan RPPK harus mempedomani RPJM Provinsi dan RPJM Nasional. Sedangkan bentuk perencanaan Bottom UP terlihat bahwa dalam penyusunan RPPK dan Rencana Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten harus mengacu pada RPS yang disusun oleh Sekolah dan Komite Sekolah.

Fenomena yang ada di Kabupaten Belitung Timur bahwa nampaknya dalam penyusunan RPPK dan Rencana Kerja (Renja) Dinas Pendidikan tidak mengacu pada RPS yang telah dibuat oleh sekolah bersama komitenya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan beberapa orang kepala sekolah yang sering mengeluhkan bahwa program kerja yang telah mereka susun sering tidak dapat dilaksanakan karena tidak adanya anggaran yang tersedia. Padahal untuk pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur ini telah menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk SD dan SMP sehingga sekolah tidak dapat boleh memungut bayaran dalam bentuk apapun dari masyarakat. Hal ini tentu saja akan berdampak lambatnya pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur terutama dalam peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan.

Fenomena lain yang muncul di Kabupaten Belitung Timur yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dan pihak swasta dalam pembangunan pendidikan termasuk merencanakan pembangunan pendidikan. Padahal menurut Wibawa (2006) dalam perspektif Good Governance yang sekarang ini sedang hangat diperbincangkan di Indonesia, ada tiga pilar utama dalam pelaksanaan pembangunan yaitu Sektor Publik (masyarakat), Sektor Privat (swasta) dan Pemerintah sendiri.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka masalah pokok dari penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana mekanisme perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar yang diterapkan di Kabupaten Belitung Timur.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mekanisme perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur.

3. Bagaimana implikasi dari perencanaan tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan memperhatikan masalah-masalah pendidikan di Kabupaten Belitung Timur dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan khususnya peningkatan mutu sarana-prasarana sekolah, penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur.

3. Implikasi dari perencanaan yang disusun dalam mencapai tujuan pembangunan pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara praktis merupakan sumbangan pikiran dan informasi bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur dalam merencanakan pembangunan bidang pendidikan dasar sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Secara akademis menambah pemahaman mengenai proses perencanaan pembangunan daerah khususnya bidang perencanaan pembangunan pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

II. KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Perencanaan

Dalam pembangunan bidang apapun, perencanaan merupakan unsur penting dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Sebagai salah satu fungsi manajemen, perencanaan menempati fungsi pertama dan utama diantara fungsi manajemen lainnya. Sa’ud dan Makmun (2006) menyatakan bahwa para pakar manajemen dan administrasi menyatakan bahwa apabila perencanaan telah selesai dan dilakukan dengan benar, sebagian pekerjaan besar telah selesai dilaksanakan.

Perencanaan bermakna sangat kompleks. Perencanaan didefinisikan dalam berbagai macam ragam tergantung dari sudut pandang melihatnya serta latar belakang apa yang mempengaruhi orang tersebut dalam merumuskan definisi. Dari pendapat beberapa ahli dalam mendefisikan perencanaan seperti Atmosudirdjo, Tjokroamidjojo (1977), Sa’ud dan Makmun (2006), Abe (2005), Cunningham (1982), dan Dror dalam Kunarjo (2002), dapat ditarik beberapa hal penting terkait dengan pengertian perencanaan, yaitu :

a. berhitungan atau penentuan tentang sesuatu

b. berdasarkan pengalaman dan data di masa lalu dan sekarang untuk perbaikan di masa depan

c. seperangkat kegiatan atau rangkaian proses kegiatan

d. proses sistematis

e. ada tujuan tertentu atau hasil tertentu yang hendak diraih

Dengan memiliki pemahaman akan pengertian dan definisi perencanaan tersebut dapat dirumuskan bahwa fungsi dan tujuan perencanaan adalah sebagai berikut :

a. sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian

b. menghindari pemborosan sumber daya

c. alat bagi Pengembangan quality assurance,

d. upaya untuk memenuhi accountability Kelembagaan

Pengertian Pembangunan

Terminologi permbangunan kerap diartikan sebagai suatu proses perubahan kearah keadaan yang lebih baik. Siagian (1999) menyepakati bahwa pembangunan merupakan usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan negara (nation building). Secara lebih luas Todaro (2003) menggunakan istilah pembangunan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan berkaitan dengan perbaikan kualitas hidup manusia, memperluas kemampuan mereka untuk membentuk masa depan mereka sendiri. Karena itu, pembangunan harus memikirkan generasi yang akan datang dan bumi yang akan mereka warisi. Gagasan pembangunan sebagai perubahan tingkat kesejahteraan berarti bahwa ukuran tingkat pembangunan harus mencakup tidak hanya laju pertumbuhan saja, tetapi juga pemerataan, komposisi dan kesinambungan pembangunan itu sendiri. Ditinjau dari tingkat kesejahteraan seperti yang diungkapkan oleh Wrihatnolo dan Riant Nugroho diatas, pembangunan mencakup pendidikan dan kesempatan kerja yang lebih setara, kesetaraan gender yang lebih besar, kesehatan dan nutrisi yang lebih baik, lingkungan alam, sistem hukum dan keadilan, kebebasan politik dan sipil yang lebih luas, kehidupan kultural, dan lain-lain.

Menurut Thomas dan kawan-kawan dalam bukunya The Quality Of Growth (2001) pertumbuhan secara serentak mengarahkan sorotan pada tiga prinsip kunci bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia maupun negara industri maju yaitu :

Ø Berfokus pada semua aset : modal fisik, manusia dan alam.

Ø Menyelesaikan aspek-aspek distributif sepanjang waktu.

Ø Menekankan kerangka kerja institusional bagi pemerintahan yang baik.

Pembangunan yang dilakukan oleh Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan modernisasi bangsa guna peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan perkembangannya, pembangunan mengalami pergeseran paradigma. Perkembangan paradigma dan strategi pembangunan menurut Suryono (2001) adalah sebagai berikut :

1. Paradigma dan Strategi Pertumbuhan (Growth)

2. Paradigma Pertumbuhan dan Pemerataan (Growth and Equity).

3. Paradigma Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainable Development).

4. Paradigma Pembangunan yang Berpusat Pada Manusia (People Oriented Development).

Selain paradigma pembangunan yang tertulis diatas, ada salah satu perspektif pembangunan yang banyak dibicarakan dan diskusikan pada saat ini, yaitu perspektif Good Governance. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi Governing (memerintah) secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain seperti LSM, sektor swasta maupun warga negara. Bahkan institusi non pemerintah dapat saja memegang peran dominan dalam governance tersebut.

Fadel Muhammad (2007) mengatakan bahwa inti dari good governance adalah transparansi, partisipasi, akuntabilitas, supremasi hukum, ketanggapan dan efektivitas & efesiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menghasilkan output dan outcome yang memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat.

Perencanaan Pembangunan Daerah

Dari pengertian mengenai perencanaan dan pembangunan diatas kita dapat menyimpulkan makna dari perencanaan pembangunan, khususnya di Indonesia. Secara umum Riyadi (2004) memberikan defisi perencanaan pembangunan sebagai suatu perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan serangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.

Berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan disebutkan sebagai suatu sistem yang membentuk sistem pembangunan nasional, yaitu satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Wrihatnolo dan Riant Nugroho bahwa dalam ilmu administrasi terdapat tiga asumsi agar perencanaan pembangunan dapat berlangsung dengan baik, yaitu (1) Kepemimpinan Pembangunan, (2) Manajemen Sumberdaya pembangunan, (3) Prosedur Perencanaan.

Dalam penyusunan perencanaan pembangunan harus mengikuti tahapan-tahapan perencanaan. Abe (2005) berpendapat bahwa tahap-tahap dalam perencanaan pembangunan adalah penyelidikan, perumusan, menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi sumberdaya, merumuskan rencana kerja, dan menentukan anggaran (budget) yang hendak digunakan dalam realisasi rencana. Dalam konteks upaya perubahan, langkah untuk melakukan evaluasi dapat dimasukkan dan menjadi bagian dari tahap kerja.

Di era sebelum tahun 1998 Sistem perencanaan pembangunan yang diterapkan di Indonesia sangat sentralistik dimana semua perencanaan di daerah dipusatkan di Bappenas. Menurut Kunarjo (2002) sistem perencanaan yang sentralistik ini mempunyai kelemahan karena kurangnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaannya. Sebab utamanya luasnya wilayah Republik Indonesia dan kurangnya sarana serta prasarana komunikasi yang berakibat pada minimnya arus informasi dan menghambat pelaksanaan pembangunan yang telah dirancang semula.

Dalam konteks sistem perencanaan yang sentralistik, perencanaan pembangunan daerah tersebut tidak lebih merupakan penjabaran dari perencanaan pusat yang dilakukan di daerah dan tidak mempunyai makna bagi daerah karena daerah tidak lebih dari sebagai objek pelaksana yang tidak memiliki hak untuk mengajukan alternatif atau menolak akibat ketidaksesuaian antara yang dipikirkan pusat dengan apa yang ada di daerah.

Ketika otonomi daerah diterapkan di Indonesia, model perencanaan terpusat tersebut telah mengalami perubahan menjadi model perencanaan daerah sebagai suatu hasil pergulatan daerah dalam merumuskan kepentingan lokal dalam memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri. Dengan skema otonomi daerah, yang lebih menekankan hak bagi daerah dan urgensi prakarsa masyarakat daerah, menunjukkan kuatnya posisi daerah dalam menentukan rumah tangganya sendiri. Karena itu perencanaan pembangunan daerah bukan merupakan penjabaran perencanaan pembangunan nasional, melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal melaui proses partisipatif.

Konsep partisipasi masyarakat (Citizen Participation) dalam perencanaan pembangunan menurut Wahyudi (2006) yang merupakan perencanaan dengan pendekatan Bottom Up Planning dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sebaliknya. Konsep ini merupakan hak masyarakat untuk secara sistematis melibatkan dalam proses pengambilan keputusan sampai ke tingkat yang paling bawah.

Pendekatan Bottom Up Planning sendiri oleh Wrihatnolo dan Nugroho (2006) menggariskan bahwa inisiatif perencanaan berasal dari berbagai unit dan divisi (masyarakat dan kumpulan masyarakat) yang disampaikan keatas sampai pada tingkat institusi.

Pengertian Perencanaan Pendidikan

Beberapa definisi perencanaan pendidikan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :

1. Definisi yang dikemukakan oleh Guruge (1972) bahwa: "A simple definition of educational planning is the process of preparing decisions for action in the future in the field of educational development is the function of educational planning."

Dengan demikian menurut Guruge bahwa pe­rencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan ke­giatan di masa depan dalam bidang pembangunan pen­didikan adalah tugas dari perencanaan pendidikan.

2. Definisi yang lain sebagaimana dikemukakan oleh Waterston yang dikutip oleh Adams (1975) bahwa "Functional planning involves the application of a rational system of choices among feasibel cources of educational invesment and the other development actions based on a consideration of economic and social cost and benefits."

Dengan kata lain bahwa perencanaan pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.

3. Menurut Coombs (1982) bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sis­tematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakatnya.

Empat persoalan yang dibahas dalam definisi perencanaan pendidikan menurut Coombs (1982), yaitu:

1. Tujuan, apakah yang akan dicapaii dengan perencanaan itu

2. Status posisi sistem pendidikan yang ada, bagaimanakah keadaan yang ada sekarang?

3. Kemungkinan pilihan alternatif kebijakan dan prioritas untuk mencapai tujuan.

4. Strategi, penentuan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.

Mekanisme Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan terdiri atas beberapa jenis, tergantung dari sisimana dilihatnya. Sa’ud dan Makmun (2006) menjelaskan bahwa perencanaan pendidikan di sekolah merupakan perencanaan pendidikan secara kelembagaan karena hanya mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu saja.

Kegiatan perencanaan adalah kegiatan yang sistemik dan sequensial, karena itu kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan memerlukan tahapan-tahapan yang sesuai dengan karakteristik perencanaan yang dikembangkan.

Penelitian Terdahulu

Ada beberapa peneliti yang sudah melakukan penelitian mengenai perencanaan pembangunan bidang pendidikan terkait dengan topik yang terdapat dalam rumusan masalah yang sudah diungkapkan. Dari lima penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi semuanya menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebagai berikut :

1. I Gede Made Artha Dharmakarja yang melakukan penelitian mengenai perencanaan dan pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan untuk rehabilitasi gedung sekolah di Kota Mojokerto Provinsi Jawa Timur pada tahun 2005.

2. Afiudin yang melakukan penelitian mengenai perencanaan pembangunan bidang pendidikan di Kota Depok Provinsi Jawa Barat tahun 2005

3. Gamaliel Raimond H Matondang yang melalukan penelitian mengenai pencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar, khususnya pada peningkatan infrastruktur pendidikan berdasarkan kemampuan daerah di Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur tahun 2006.

4. Roy M. Lumbantobing yang melakukan penelitian mengenai perencanaan pembangunan bidang pendidikan berdasarkan kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utama tahun 2006.

5. Moh. Juhad yang melakukan penelitian mengenai perencanan anggaran pembangunan bidang pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat.

III. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian untuk memahami tindakan manusia dalam situasi dan lingkungan sosialnya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi interpretive seperti yang dikemukan oleh White dalam McNabb (2002). Pada penelitian ini peneliti menguraikan dan menjelaskan makna dari fenomena yang ada pada masyarakat (dalam hal ini yaitu stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar) seperti yang diungkapkan oleh Meacham (1998) bahwa tujuan utama dari pendekatan penelitian interpretif yaitu untuk mengungkapkan uraian dan interpretasi dari pengalaman manusia dengan mencari cara apa yang dirasakan oleh manusia terhadap kejadian yang mereka alami.

Lebih lanjut bahwa secara umum dalam penelitian kualitatif ini dilakukan hal-hal sebagai berikut :

(a) data disikapi sebagai data verbal

(b) diorientasikan pada pemahaman makna, baik itu merujuk pada ciri, hubungan sistemis, konsepsi, nilai, kaidah dan abstraksi formulasi pemahaman atau salah satunya.

(c) Mengutamakan hubungan secara langsung antara peniliti dengan dunia yang diteliti

(d) Mengutamakan peran peneliti sebagai instrumen kunci.

Fokus Penelitian

Fokus berdasarkan rumusan masalah yang dibuat ini adalah:

1. Mekanisme perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur difokuskan pada :

a. Pendekatan perencanaan yang dikembangkan dalam pembangunan bidang pendidikan dasar.

b. Anggaran belanja bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur dalam APBD.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar yang difokuskan pada :

a. Faktor-faktor yang menghambat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan seperti pengelola sekolah, masyarakat, sektor swasta dan dari unsur pemerintah daerah.

b. Faktor-faktor yang mendukung dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan seperti pengelola sekolah, masyarakat, sektor swasta dan dari unsur pemerintah daerah.

3. Implikasi dari perencanaan tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan difokuskan pada :

a. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur.

b. Kemajuan pembangunan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur selama lima tahun terakhir.

Penetapan Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih Kabupaten Belitung Timur. Ada beberapa alasan memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian, yaitu :

1. Adanya fenomena bahwa dalam proses perencanaan pembangunan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur peran serta masyarakat dan pihak swasta kurang terlihat sehingga memberikan kesan bahwa perencanaan tersebut hanya merupakan merupakan kepentingan pemerintah saja.

2. Model perencanaan gabungan antara Top Down Planning dan Bottom Up Planning seperti yang termuat dalam Juklak Penyusunan RPS yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas tahun 2006 tidak terlihat jelas dalam mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan di Kabupaten Belitung Timur.

3. Angka Partisipasi Kasar (APK) siswa SMP di sekitar sekolah ini sebagai wujud dari pelayanan publik bidang persekolahan masih rendah dibandingkan di daerah lain.

4. Kondisi sarana dan prasarana pendidikan di sekolah ini relatif masih jauh tertinggal dibandingkan dengan sekolah yang lain.

Pada penelitian ini, sebagai situs penelitian yaitu :

1. Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

2. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Belitung Timur

3. 3 SD Negeri di Kecamatan Gantung, 3 SD Negeri di Kecamatan Manggar, 2 SD Negeri di Kecamatan Kelapa Kampit, 2 SD Negeri di Kecamatan Dendang.

4. 3 SMP Negeri di Kecamatan Manggar, 2 SMP Negeri di Kecamatan Gantung, 1 SMP Negeri di Kecamatan Kelapa Kampit dan 1 SMP Negeri di Kecamatan Dendang.

5. Dewan Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu merupakan data yang digali sendiri oleh peneliti melalui wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan informan untuk memperoleh keterangan seputar fokus penelitian. Observasi yang dilakukan yaitu dengan mengamati kondisi dan situasi pada situs penelitian. Data yang kedua berupa data sekunder adalah data yang sudah tersedia di lokasi dan situs penelitian seperti Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) bidang pendidikan, Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, Dokumen pengalokasian Biaya Pembangunan Bidang Pendidikan di Bappeda Kabupaten Belitung Timur dan lain-lain.

Sebagai informan pada penelitian ini yaitu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur sebagai informan pertama pada Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, Kepala Bidang Perencanaan beserta stafnya yang terdiri dari Kepala Seksi Program dan Prasarana, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Sekolah, Kepala Bidang Sekolah Menengah yang menangani SMP, Kepala Bidang Sekolah Dasar yang menangani SD, Kepala Seksi SMP, dan Kepala Seksi Prasarana SD. Untuk melengkapi data yang diperoleh, penulis juga menggunakan pengawas sekolah sebagai informan. Data yang diperoleh pada situs ini yaitu hasil wawancara, foto kondisi ruang bagian perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, Dokumen Anggaran Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, kondisi pendidikan dasar saat ini, data pegawai dan lain-lain.

Informan pada Bappeda Kabupaten Belitung Timur yaitu terdiri dari Kepala Bappeda Kabupaten Belitung sebagai informan pertama dan Kepala Bidang Pendataan dan Litbang Bappeda Kabupaten Belitung Timur beserta 2 orang staf. Data yang diperoleh pada situs ini yaitu hasil wawancara, RPJMD Kabupaten Belitung Timur 2005 - 2010, RPJP Kabupaten Belitung Timur 2005 – 20025, dan Dokumen Belitung Timur dalam Angka Tahun 2006 serta dilengkapi data penduduk yang berasal dari Dinas Catatan Sipil, Kependudukan dan Keluarga Berencana.

Sebagai informan pertama dari situs sekolah pada penelitian ini (10 SD Negeri dan 7 SMP Negeri yang tersebar di 4 kecamatan) yaitu Kepala Sekolah. Dengan rekomendasi dan informasi Kepala Sekolah tersebut peneliti juga memperoleh informasi dari guru, Ketua Komite Sekolah, masyarakat di sekitar lingkungan sekolah, wali siswa, Kepala Desa Pulau Buku Limau, Kepala Desa Buding, Kepala Dusun Limau Manis, Pengurus BPD Desa Lintang dan Pengurus BPD Desa Lalang Manggar. Data yang diperoleh pada situs ini berupa hasil observasi mengenai kondisi sarana dan prasarana sekolah, hasil wawancara, dan Dokumen Perencanaan Sekolah (RPS dan RAPBS).

Selain informan yang disebutkan diatas, peneliti juga memperoleh informasi dari Dewan Pendidikan melalui salah seorang pengelolanya yang sekaligus merupakan ketua komite salah satu SMP Negeri di Kecamatan Manggar dan juga Anggota DPR Daerah Kabupaten Belitung Timur. Data yang diperoleh dari informan ini yaitu berupa hasil wawancara.

Instrumen Penelitian

Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti adalah "key instrument" atau alat penelitian utama. Penelitilah yang mengadakan observasi atau wawancara terstruktur dan tak‑terstruktur dengan menggunakan buku catatan dan alat perekam elektronik suara dan foto. Peneliti sebagai instrumen, mampu membaca seluruh gejala alam (natural) sebagai obyek penelitian dengan dibantu seperangkat alat berupa pedoman wawancara, dokumen, dan hasil observasi.

Proses Pengumpulan Data

Strategi pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua cara, yaitu metode interaktif dan metode non-interaktif. Metode interaktif meliputi wawancara yang mendalam berkaitan dengan fokus penelitian dengan informan, dan observasi lapangan di sekitar fokus penelitian. Sedangkan metode non-interaktif yaitu dengan mencatat dokumen atau arsip yang tersedia di situs penelitian dan melakukan observasi di situs penelitian.

Wawancara baik yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur bertujuan untuk :

1. menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi dan perasaan, motivasi dan keterlibatan informan sesuai dengan fokus penelitian.

2. merekonstruksikan beragam hal yang terkait dengan fokus penelitian sebagai bagian dari pengalaman masa lampau.

3. memproyeksikan hal-hal yang dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi dimasa yang akan datang.

Wawancara dilakukan pertama sekali dengan informan pertama pada masing-masing situs penelitian dan dilanjutkan dengan wawancara pada informan yang direkomendasikan oleh informan pertama tersebut hingga jawaban dianggap jenuh (tidak ada alternatif jawaban yang lain). Wawancara dengan informan dilakukan dengan mendatangi situs penelitian dan pada saat pertemuan dengan informan secara nonformal dengan menggunakan alat perekam elektronis.

Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi pada situs penelitian dengan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala yang mempengaruhi masalah-masalah yang akan diteliti dan tingkah laku subjek penelitian. Dalam kegiatan ini peneliti langsung mengamati implementasi dari perencanaan yang telah disusun di beberapa sekolah.

Pengumpulan data melalui dokumentasi dilakukan dengan mencatat, mengcopy dokumen-dokumen, bahan-bahan panduan, arsip-arsip maupun data lain yang terkait dengan masalah yang diteliti.

Keabsahan Data

Dalam setiap penelitian, derajat kepercayaan sangat diperlukan. Dalam penelitian kualitatif derajat kepercayaan disebut dengan keabsahan data. Ada empat kriteria yang dilakukan dalam teknik memeriksa keabsahan data yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, ketergantungan, kepastian.

Pada kriteria derajat kepercayaan dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat kepercayaan, sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan ini, ada beberapa yang dilakukan, yaitu pertama, menggali informasi dari beberapa informan yang telah didapatkan, sampai informasi tersebut saling melengkapi dan memberikan informasi yang sama dalam setiap fokus yang sama. Perlu diketahui pada penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian. Keterlibatan dalam pengumpulan data cukup memerlukan waktu lama, sehingga derajat kepercayaan data dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pengumpulan data dilakukan sendiri tidak diserahkan kepada pihak lain. Kedua, melakukan diskusi, pembahasan dan mencari masukan-masukan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki cara pengumpulan data, karena. mengingat adanya keterbatasan yang ada pada peneliti. Ketiga menggunakan lintas cara pengumpulan data, dengan mengumpulkan berbagai informasi, sehingga dapat yang dikumpulkan diperoleh berbagai varian data yang dapat menambah informasi dalam penelitian.

Keteralihan sebagai persoalan empiris tergantung pada kesamaan konteks pengirim dan penerima. Untuk melaksanakan keteralihan tersebut maka peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama.

Kriteria ketergantungan dilakukan agar derajat reliabilitas dapat tercapai, maka diperlukan audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Untuk mencapai hal tersebut dilakukan pertimbangan keilmuan dari komisi pembimbing. sehingga konsultasi dari pembimbing dilaksanakan dengan periodik untuk mendapatkan pertimbangan keilmuan. Kepastian dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen serta hasil dari penelitian yang dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan secara terus menerus sehingga mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian.

Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis model interaktif. Dalam model jenis ini menurut Miles dan Huberman seperti yang dikutip oleh Bafadal (2003) terdapat tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, menyajikan data serta menarik kesimpulan.

Berdasarkan Miles dan Huberman dalam Bafadal (2003) analisis data dilakukan dengan membentuk sebuah model interaktif yang merupakan siklus bukan linier seperti pada gambar 3 diatas dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilokasi penelitian (data lapangan) dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan oleh peneliti perlu di reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal pokok, kemudian dicari tema atau polanya. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung.

b. Penyajian data

Penyajian data atau display data dimaksudkan agar memudahkan peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menyajikan data dalam bentuk hasil wawancara yang telah direduksi, matriks, grafik, network atau charts dan foto hasil observasi.

c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Verifikasi dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulan, yaitu mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering muncul, dan sebagainya, yang dituangkan dalam kesimpulan yang bersifat sementara, akan tetapi bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus-menerus maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat tetap.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Belitung Timur

Kabupaten Belitung Timur dengan Ibukota Manggar merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Barat, Bangka Tengah dan Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten ini mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Cina Selatan /Laut Natuna

Sebelah Timur : Selat Karimata

Sebelah Selatan : Laut Jawa

Sebelah Barat : Kecamatan Sijuk, Kecamatan Badau dan Kecamatan Membalong Kabupaten Belitung.

Kabupaten Belitung Timur terletak pada bagian timur Pulau Belitung merupakan daerah kepulauan dengan 91 pulau besar dan kecil. Secara geografis Kabupaten Belitung Timur terletak antara 107045’ BT hingga 108018’ BT dan 02030’ LS hingga 03015’ LS dengan luas daratan mencapai 250.691 Ha dan luas lautan mencapai 154.601.300 Ha.


Sumber : UU No. 5 Tahun 2003

Gambar 1

Peta Kabupaten Belitung Timur

Visi yang ingin dicapai dan misi yang dilaksanakan untuk mencapai visi tersebut hingga tahun 2010 berdasarkan RPJM Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005-2010 adalah sebagai berikut :

“Visi Kabupaten Belitung Timur hingga tahun 2010 yaitu : “Menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dengan memberdayakan sumber daya alam (SDA) di Kabupaten Belitung Timur”. Upaya-upaya yang harus diciptakan untuk mencapai visi Kabupaten Belitung Timur pada akhir tahun 2010 yaitu :

1. Menjadikan pemerintah daerah yang profesional, jujur dan berwibawa di mata rakyat.

2. Memberikan jaminan kesehatan dan pendidikan bagi seluruh rakyat.

3. Menciptakan wiraswasta-wiraswasta skala kecil dan menengah.

4. Menjadikan Kabupaten Belitung Timur sebagai Kawasan Industri, Pariwisata dan Kelautan-Perikanan secara terpadu.

5. Mengelola sumberdaya alam dengan konsep jangka panjang dan berwawasan lingkungan “

Jumlah penduduk Kabupaten Belitung Timur menunjukkan terjadinya peningkatan sebesar 2,14 % dari tahun 2005 hingga 2006 dari 89.778 orang menjadi 91.702 jiwa dan pada tahun 2008 (per Maret 2008) meningkat menjadi 99.135 jiwa dengan peningkatan sebesar 8,106 %dengan penyebaran yang tidak merata pada masing-masing kecamatan. Kebanyakan jumlah penduduk ini terkonsentrasi di Kecamatan Manggar sebagai Ibukota Kabupaten dengan tingkat kepadatan 10.845,89 jiwa per km2. Adapun rincian sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tiap kecamatan pada tahun 2006 dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1.

Sebaran Jumlah Penduduk Per Kecamatan tahun 2008

Kecamatan

Jumlah Keluarga

Populasi

Kepadatan Penduduk

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Dendang

3.309 KK

7.952

7.229

15.181

24.34 jiwa/km2

Gantung

5.217 KK

13.127

12.404

25.531

26.00 jiwa/km2

Manggar

7.781 KK

21.110

19.779

40.889

98.25 jiwa/km2

Kelapa Kampit

3.641 KK

9.078

8.456

17.534

26.49 jiwa/km2

Total

19.948 KK

51.267

47.868

99.135

36.58 jiwa/km2

Sumber : Diolah dari data Kantor Kependudukan dan KB Kab. Beltim dan Bappeda Kab. Beltim Per Bulan Maret 2008

Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, komposisi penduduk di Kabupaten Belitung Timur memiliki jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan kelompok umur yang terbanyak pada usia 25 – 29 tahun sebesar 11.113 jiwa. Sedangkan untuk usia sekolah pendidikan dasar (7 -15 tahun) dengan menggunakan metode interpolasi dari data sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur, diketahui berjumlah 15.963 orang. S

Dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat, sebagian besar penduduk Kabupaten Belitung Timur memiliki tingkat pendidikan tamat SD hingga SLTA. Sedangkan tingkatan pendidikan perguruan tinggi mempunyai proporsi sebesar 21 % dan penduduk yang tidak tamat SD mencapai 24 %. Gambar berikut menunjukkan proporsi penduduk menurut tingkat pendidikan.



Gambaran Umum Pendidikan Dasar di Kabupaten Belitung Timur

Pada awal terbentuknya Kabupaten Belitung Timur tahun 2003 hingga tahun 2004, kondisi sarana prasarana pendidikan di daerah cukup memprihatinkan, terutama untuk pendidikan dasar seperti yang dijelaskan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur. Untuk itu selama tiga tahun terakhir, pembangunan bidang pendidikan diatahkan pada perbaikan fisik sarana dan prasarana sekolah.

Hingga saat ini di Kabupaten Belitung Timur terdapat 106 SD dan 1 MI serta 19 SMP dan 2 MTs yang tersebar 4 Kecamatan dengan jumlah ruang kelas untuk SD dan MI sebanyak 684 ruang dan jumlah ruang kelas untuk SMP dan MTs sebanyak 128 ruang. Selain itu juga terdapat 4 SMP terbuka yang mempunyai 4 Tempat Kegiatan Belajar (TKB). Secara rinci jumlah sekolah, jumlah rombongan belajar dan jumlah ruang kelas per kecamatan dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2

Jumlah Sekolah, Rombongan Belajar dan Ruang Kelas SD/MI dan SMP/MTs

Kecamatan

SD/MI

SMP/MTs

SMP Terbuka

Sekolah

Rombel

R. Kelas

Sekolah

Rombel

R. Kelas

Dendang

19

120

112

4

13

20

1

Gantung

28

176

173

6

26

41

1

Manggar

41

242

273

7

49

50

1

Kelapa Kampit

19

114

126

4

18

26

1

Jumlah

106

652

684

21

106

137

4

Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Belitung Timur.

Dilihat dari jumlah siswa dan gurunya di Kabupaten Belitung Timur terdapat 11.330 siswa SD/MI dengan jumlah guru SD sebanyak 1101 orang dan 3.388 siswa SMP/MTs dengan jumlah guru sebanyak 300 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah rombongan belajar, maka rata-rata jumlah siswa per kelas untuk Sekolah Dasar yaitu sebanyak 17 – 18 orang siswa dan untuk SMP sebanyak 31 – 32 orang per kelas. Angka ini menunjukkan bahwa secara matematis bahwa jumlah siswa SD dan SMP per ruang kelas sudah mendekati angka ideal yaitu antara 20 – 30 orang siswa per ruang kelas. Namun dari hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa terkonsentrasi pada sekolah-sekolah favorit dimana pada sekolah tersebut rata-rata mempunyai jumlah siswa antara 35 – 40 orang per ruang kelas. Sedangkan pada sekolah-sekolah tertentu jumlah siswa jauh lebih sedikit. Bahkan ada rombongan belajar di SD yang hanya mempunyai siswa kurang dari 15 orang per ruang kelas. Secara rinci jumlah siswa dan guru SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten Belitung Timur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3

Jumlah Siswa dan Guru SD/MI dan SMP/MTs (termasuk SMP Terbuka) di Kabupaten Belitung Timur Tahun Ajaran 2007/2008

Kecamatan

SD

SMP

Siswa

Guru

Siswa

Guru

Dendang

1.975

196

466

51

Gantung

3.100

291

947

67

Manggar

4.386

428

1.582

120

Kelapa Kampit

1.869

186

712

62

Jumlah

11.330

1.101

3.707

300

Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

Angka Partisi Kasar untuk jenjang Sekolah Dasar telah mencapai diatas 100 % atau dapat dikatakan bahwa pemerataan pendidikan setingkat sekolah dasar telah tercapai di Kabupaten Belitung Timur. Namun untuk jenjang pendidikan SMP Angka Partisi Kasar baru mencapai 85,20 % atau dengan kata lain masih banyak penduduk usia SMP yang belum bersekolah di SMP.

Banyaknya penduduk usia sekolah dasar yang tidak bersekolah terutama bukan disebabkan rendahnya pendapatan masyarakat, tetapi lebih disebabkan oleh faktor kebiasaan dan budaya masyarakat setempat serta rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat. Keperdulian orang tua terhadap pendidikan anaknya masih sangat kurang. Anak usia sekolah tersebut dibebaskan untuk bekerja di tambang-tambang timah inkonvensional yang banyak terdapat di daerah ini dan ikut membantu orangtuanya bekerja sebagai nelayan atau petani seperti yang dijelaskan oleh Drs. Erwandi A Rani selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

Sedangkan program pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam waktu lima tahun tersebut dapat dilihat dalam tabel 9 sebagai berikut :

Tabel 4

Program Pembangunan dan Sasaran Di Bidang Pendidikan

No

Program Pembangunan

Sasaran

1

Pendidikan Anak Usia Dini

Agar semua anak usia dini dapat memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya

2

Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasra yang bermutu dan terjangkau baik formal untuk SD dan SMP maupun non formal setara SD dan SMP

3

Pendidikan Menengah

Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan menengah yang bermutu dan terjangkau

4

Pendidikan Non Formal

Memberikan layanan pendidikan tambahan/pelengkap untuk mengembangkan potensi anak didik

5

Pendidikan Luar Biasa

Memberikan pemerataan layanan pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat

6

Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Meningkatkan Kompetensi guru guna menjamin mutu pendidikan

7

Manajemen Pelayanan Pendidikan

Mengoptimalkan sistem manajemen untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelayanan pendidikan

Sumber : RPJMD Kabupaten Belitung Timur 2005 – 2010

Dari program pembangunan tersebut disusun rencana kerja baik untuk regulasi maupun pendanaan. Adapun rencana kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur dalam jangka 5 tahunan seperti yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Belitung Timur khususnya di bidang pendidikan dasar adalah sebagai berikut :

1. Pembangunan gedung sekolah

2. Pembangunan rumah dinas kepala sekolah, guru, dan penjaga sekolah.

3. Penambahan ruang kelas baru.

4. Penambahan ruang guru

5. Pembangunan ruang laboratorium dan ruang praktikum

6. Pembangunan ruang locker siswa

7. Pembangunan sarana dan prasarana olahraga

8. Pembangunan ruang serbaguna/aula

9. Pembangunan taman, lapangan upacara dan fasilitas parkir

10. Pembangunan ruang unit kesehatan sekolah

11. Pembangunan ruang ibadah

12. Pembangunan perpustakaan sekolah

13. Pembangunan jaringan instalasi listrik sekolah dan perlengkapannya

14. Pembangunan sarana air bersih dan sanitary

15. Pengadaan buku-buku dan alat tulis siswa

16. Pengadaan pakaian seragam sekolah

17. Pengadaan pakaian olah raga

18. Pengadaan alat praktik dan peraga siswa

19. Pengadaan meubelair sekolah

20. Pengadaan perlengkapan sekolah

21. Pengadaan alat rumah tangga sekolah

22. Pengadaan sarana mobilitas sekolah

23. Pemeliharaan rutin/berkala bangunan sekolah

24. Pemeliharaan rutin/berkala rumah dinas kepala sekolah, guru dan penjaga sekolah.

25. Pemeliharaan rutin/berkala jaringan instalasi listrik sekolah.

26. Pemeliharaan rutin/berkala sarana air bersih dan sanitary

27. Rehabilitasi ringan/sedang/berat bagunan sekolah dan fasilitasnya.

28. Pelatihan kompetensi tenaga pendidik

29. Pelatihan kompetensi siswa berprestasi

30. Pelatihan Penyusunan kurikulum

31. Pembinaan forum masyarakat perduli pendidikan

32. Pembinaan SMP Terbuka

33. Penyediaan Biaya Operasional Sekolah untuk SD/MI dan SMP/MTs serta pesantren salafiyah setara SD dan SMP.

34. Penyediaan buku pokok pelajaran SD/MI dan SMP/MTs

35. Penyediaan dana pengembangan SD/MI dan SMP/MTs

36. Pembinaan kelembagaan dan manajemen sekolah dengan penerapan MPMBS di satuan pendidikan dasar.

37. Pembinaan minat, bakat dan kreativitas siswa

38. Pengembangan Contextual Teaching and Learning (CTL)

39. Pengembangan materi belajar mengajar dan metode pembelajaran dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

40. Penyebarluasan dan sosialisasi berbagai informasi pendidikan dasar.

41. Penyediaan beasiswa retrieval bagi siswa putus sekolah SD dan SMP

42. Penyelenggaraan Akreditasi Sekolah Dasar

43. Penyelenggaraan Multi-Grade teaching di daerah terpencil

44. Monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Untuk mengarahkan langkah-langkah operasional strategis dari kegiatan yang telah direncanakan, maka disusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur untuk jangka waktu 2005 – 2010. Pada rencana strategis tersebut disebutkan visi dan misi yang diemban oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur selaku pelaksana teknis bidang pendidikan. Visi dan misi Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur disusun berdasarkan Visi dan misi dari pemerintah Kabupaten Belitung Timur yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 – 2010.

Profil Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur

Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemerintah Kabupaten Belitung Timur yang merupakan organisasi teknis dalam memberikan pelayanan bidang pendidikan bagi masyarakat di Kabupaten ini. Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur di pimpin oleh seorang kepala dinas yang dibantu oleh 1 orang kepala bagian dan 4 kepala bidang serta 4 unit pelaksana teknis daerah yang ditempatkan pada setiap kecamatan di wilayah kabupaten Belitung Timur.

Kendala yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur dalam melaksanakan wewenangnya seperti yang disebutkan diatas diantaranya yaitu keterbasaran staff struktural di Dinas Pendidikan. Hingga saat ini hanya terdapat 27 orang staf dinas termasuk Kepala Dinas dan Kepala Bagian.

Dari jumlah pegawai tersebut diatas, jumlah pegawai yang menangani bidang perencanaan hanya 5 orang termasuk kepada bidang dan kepala seksinya. Sedangkan untuk pendidikan dasar ditangani oleh dua bidang, yaitu bidang TK/SD yang menangani SD dan Bidang Sekolah Menengah yang menangani SMP dengan jumlah pegawai kedua bidang tersebut hanya 7 orang termasuk kepala bidang dan kepala seksinya.

Dalam melaksanakan kewenangannya, Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur mempunyai tenaga fungsional berupa pengawas sekolah sebanyak 8 Orang dan Unit Pelaksana Teknis Daerah yang terdapat pada setiap kecamatan.

Sesuai dengan wewenangnya, visi jangka panjang yang ingin dicapai oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur seperti yang tercantum dalam Rencana Strategisnya tahun 2005 – 2010 yaitu “

Terwujudnya masyarakat Kabupaten Belitung Timur yang berkualitas melalui pendidikan yang dimilikinya”.

Visi ini tentu saja sangat mendukung visi jangka panjang Pemerintah Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 – 2025 yaitu :

Unggul dibidang industri, jasa, dan kepariwisataan berbasis kelautan dan pertanian”.

Untuk mencapai visi tersebut telah disiapkan beberapa misi yang dijalankan seperti yang tercantum dalam Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 – 2010 yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pendidikan

2. Meningkatkan sarana dan prasarana di semua jenjang pendidikan.

3. Meningkatkan kualitas tenaga kependidikan di semua jenjang pendidikan.

4. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan

Penentuan visi dan misi Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur ini menurut Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur mengacu pada visi dan misi yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 – 2010.

Mekanisme Perencanaan Pembangunan Bidang Pendidikan di Kabupaten Belitung Timur

A. Pendekatan Perencanaan Yang Dikembangkan Dalam Pembangunan Bidang Pendidikan Dasar

Dari dokumen perencanaan (RPJP Daerah dan RPJM Daerah serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah) yang ada diketahui bahwa perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur merupakan bagian dari perencanaan bidang pendidikan yang merupakan bagian dari perencanaan pembangunan secara keseluruhan di Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur.

Dari hasil wawancara dengan informan, baik dari Bappeda, Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah/Guru, Kepala Desa, dan masyarakat, diketahui bahwa secara normatif mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur telah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun mekanisme perencanaan pembangunan pendidikan dasar tersebut melalui dua jalur yaitu melalui kegiatan musrenbang mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga musrenbang tingkat kecamatan dan melalui jalur perencanaan di sekolah hingga perencanaan di Dinas Pendidikan di Kabupaten seperti yang digambarkan sebagai berikut :

Prosedural

Sumber : Diolah dari keterangan Kepala Bagian Pendataan dan Litbang Bappeda Kabupaten Belitung Timur

Gambar 4

Model Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Bidang Pendidikan Dasar di Kabupaten Belitung Timur

Jalur perencanaan melalui musrenbang merupakan jalur perencanaan yang menurut Faludi (1973) merupakan tipe perencanaan prosedural dimana semua bidang direncanakan dengan prosedur yang sama pada saat musrenbang. Sedangkan jalur perencanaan melalui perencanaan sekolah merupakan tipe perencanaan subtantisial dimana perencanaan hanya khusus untuk bidang pendidikan saja.

Model perencanaan ini menurut Wrihatnolo dan Nugroho (2006) merupakan perencanaan yang partisipatif dimana keterlibatan peran serta masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya dalam perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar melalui ajang musyawarah baik itu dalam kegiatan musrenbang tingkat desa maupun dalam penyusunan rencana di sekolah. Dalam musyawarah ini, sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua stakeholder yang berasal dari semua aparat penyelenggara negara, masyarakat, kelompok profesional, organisasi kemasyarakatan dan lain-lain.

Untuk itu perlu dilihat sejauh mana keterlibatan stakeholder dalam pelaksanaan musyawarah pada proses penyusunan rencana pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur baik melalui jalur musrenbang maupun jalur perencanaan disekolah.

Perencanaan melalui kegiatan musrenbang baik di tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten merupakan implementasi dari Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 08/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ Tanggal 12 Januari 2007 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang 2007 yang didalamnya disebutkan bahwa Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) desa/kelurahan untuk mengatasi permasalahan desa/kelurahan dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. Sedangkan yang termasuk dalam stakeholders dalam surat edaran tersebut disebutkan antara lain perwakilan komponen masyarakat (individu atau kelompok) yang berada di desa/kelurahan, tokoh agama, ketua adat, wakil kelompok perempuan, wakil kelompok pemuda, pengusaha, komite sekolah dan lain-lain dengan narasumber antara lain adalah Kepala Sekolah.

Dari keterangan informan di desa memang musrenbang tingkat desa telah dilaksanakan. Peserta Musrenbang Tingkat Desa adalah Kepala Desa, Kepala Dusun, Anggota BPD, Tetua Desa, Karang Taruna, PKK dan masyarakat yang sebagian mempunyai anak yang bersekolah di SD maupun di SMP. Umumnya yang rencana yang diusulkan oleh masyarakat berupa kebutuhan mereka akan sarana dan prasarana fisik seperti perbaikan jalan, pembangunan jalan desa, pembangunan mesjid dan sarana pertanian. Namun ternyata jarang sekali dalam kegiatan musrenbang ini dibicarakan masalah kebutuhan masyarakat akan pendidikan dasar secara formal. Adapun masalah pendidikan yang dibicarakan hanyalah sekitar pendidikan luar sekolah seperti pendidikan kesetaraan paket A, B dan C, dan pendidikan anak usia dini (PAUD). Itupun sangat jarang sekali dibicarakan dalam musrenbang.

Dari sini tergambar bahwa pendidikan dasar bukanlah dipandang sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat karena menurut Abe (2005) perencanaan daerah dipandang sebagai formulasi (rumusan) mengenai aspirasi masyarakat setempat, dalam rangka mencapai suatu kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna melalui langkah-langkah pembangunan. Perencanaan daerah sendiri menurut Abe (2005) merupakan proses menyusun langkah-langkah yang akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Hal ini sangat mudah untuk dipahami karena dari gambaran umum diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan rata-rata masyarakat desa di Kabupaten Belitung Timur sebagian besar hanya tamatan SD – SMA (55%) dan tidak tamat SD (24%). Selain itu dari keterangan masyarakat juga diketahui bahwa sebagian masyarakat beranggapan bahwa urusan pendidikan formal merupakan urusan pemerintah saja. Ada juga yang beranggapan bahwa urusan perencanaan pendidikan dasar hanya dilaksanakan di sekolah saja.

Gambaran mengenai kondisi sebagian masyarakat Belitung Timur yang tidak memandang pendidikan dasar sebagai suatu kebutuhan ini sangat bertolak belakang dengan apa yang diceritakan oleh Hirata (2007) dalam novelnya yang berjudul Laskar Pelangi serta pengalaman pribadi peneliti sendiri sebagai bagian dari masyarakat Belitung Timur. Tentunya kondisi ini dapat dianggap sebagai suatu penurunan sosial budaya masyarakat di perlu diteliti lebih lanjut mengenai penyebabnya.

Keterlibatan penyelenggara sekolah (dalam hal ini Kepala Sekolah) juga tidak ada sama-sekali dalam kegiatan musrenbang. Padahal dari gambaran umum diketahui bahwa setiap desa/kelurahan mempunyai paling sedikit satu sekolah dasar (SD) di wilayahnya. Menurut Surat Edaran bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 08/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ Tanggal 12 Januari 2007 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang 2007, dalam kegiatan musrenbang tingkat desa seharusnya melibatkan Kepala Sekolah di desa tersebut sebagai salah seorang narasumber untuk membicarakan kebutuhan-kebutuhan dari sekolah tersebut yang juga merupakan kebutuhan dari masyarakat desa. Hal ini juga dapat menyebabkan kebutuhan masyarakat desa akan pendidikan tidak terungkapkan dalam kegiatan musernbang tingkat desa/kelurahan.

Selanjutnya hasil rumusan perencanaan desa dalam kegiatan musrenbang tingkat desa/kelurahan ini dibawa untuk dibahas di tingkat musrenbang tingkat kecamatan. Dalam kegiatan musrenbang tingkat kecamatan di Kabupaten Belitung Timur, memang ada beberapa kecamatan yang berusaha melibatkan Kepala Sekolah SMP yang ada di wilayah kecamatannya seperti di Kecamatan Gantung. Namun sangat disayangkan bahwa kegiatan ini ternyata tidak dimanfaatkan oleh Kepala Sekolah SMP tersebut dengan alasan yang tidak jelas. Padahal jika kegiatan musrenbang tingkat kecamatan ini juga diikuti kepala sekolah yang memberikan gambaran mengenai kebutuhan sekolah yang juga merupakan kebutuhan masyarakat, aspirasi masyarakat mengenai pendidikan dasar tentunya dapat tersalurkan dalam kegiatan musrenbang tingkat kecamatan ini.

Pada musrenbang tingkat kecamatan, keterlibatan unsur pendidikan yang hanya diwakili oleh Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan hanyalah untuk memaparkan rencana program kerja Dinas Pendidikan Kabupaten yang akan dilaksanakan di kecamatan tersebut sehingga aspirasi masyarakat dibidang pendidikan dasar juga tidak tersalurkan dalam forum ini.

Usulan-usulan rencana pembangunan dalam musrenbang tingkat kecamatan ini selanjutnya dibahas lagi dalam forum musrenbang tingkat Kabupaten dimana usulan-usulan rencana pembangunan bidang pendidikan dasar dari masyarakat akan dipertemukan dengan usulan-usulan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan lembaga-lembaga swadaya yang menangani pendidikan lainnya.

Karena usulan rencana pembangunan bidang pendidikan dasar dari hasil musrenbang tingkat kecamatan hanyalah berasal dari pemaparan program Dinas Pendidikan Kabupaten, dapat disimpulkan bahwa usulan yang dibahas dalam Musrenbang tingkat Kabupaten hanyalah merupakan usulan dari pemerintah saja dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada aspirasi masyakarat dibidang pendidikan dasar yang tersalurkan melalui jalur musrenbang ini.

Proses perencanaan pendidikan secara subtatif melalui jalur lembaga pendidikan (sekolah) yang dilaksanakan di Kabupaten Belitung Timur dimulai dari perencanaan yang dilaksanakan oleh sekolah. Unsur masyarakat dalam perencanaan sekolah ini umumnya diwakili oleh Komite Sekolah.

Ada sedikit perbedaan mengenai proses penyusunan perencanaan di tingkat sekolah antara Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di tingkat SD perencanaan yang disusun hanya merupakan perencanaan tahunan yang berbentuk RAPBS disusun berdasarkan jumlah biaya yang dialokasikan untuk sekolah tersebut melalui dana APBD Kabupaten. Sedangkan untuk perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang tidak ada sama sekali.

Keterlibatan masyarakat hanya diwakili oleh sebagian orang tua siswa dan pengurus komite sekolah saja terutama ketua komite dan bendahara komite. Pada proses penyusunan perencanaan, sekolah telah menyiapkan program yang akan mereka laksanakan berdasarkan jumlah bantuan yang ada serta peruntukan dana yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Peran orang tua siswa umumnya hanya sebagai pendengar dan peran komite sekolah umumnya hanya untuk melegalkan dokumen perencanaan yang telah disusun oleh sekolah. Terlihat bahwa masukan-masukan dari masyarakat disekitar sekolah, orang tua siswa dan komite sekolah tidak terakomodir dalam proses perencanaan ini.

Sedangkan untuk tingkat SMP, sekolah menyusun perencanaan jangka menengah dalam bentuk Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan perencanaan jangka pendek dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang berlaku selama satu tahun. Sedangkan untuk perencanaan jangka panjang tidak ada di setiap sekolah.

Sama seperti yang terjadi di tingkat Sekolah Dasar, dalam proses penyusunan perencanaan di SMP, baik untuk jangka menengah (RPS) maupun jangka pendek (RAPBS), keterlibatan masyarakat di sekitar sekolah sangat jarang sekali dan keterwakilan masyarakat melalui orang tua siswa dan pengurus komite sekolah umumnya hanya sebagai pendengar program-program yang telah disusun oleh sekolah. Memang ada juga sekolah yang betul-betul melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan di sekolahnya walaupun tidak melalui pendekatan yang formal seperti yang terjadi di SMPN 5 Manggar dan SD Negeri di Pulau Buku Limau.

Dari kenyataan diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pendidikan sangat kurang sekali dan perencanaan sekolah yang disusun merupakan produk dan pengelola sekolah saja. Padahal, jika mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari prinsip pendidikan yang diselenggarakan oleh, untuk, dan dari masyarakat, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pemenuhan atas ciri khas yang berkenaan dengan nilai-nilai sosial dan kultural pada masyarakat tertentu.

Mengenai perumusan proses hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat disebutkan oleh Kotler dalam Pidarta (2005) sebagai berikut :

1. Identifikasi manusia-manusia kunci di masyarakat.

2. Perhatikan angan-angan dan pikiran mereka terhadap lembaga pendidikan dengan kontak-kontak secara kebetulan.

3. Rumuskan tujuan hubungan lembaga dengan masyarakat yang tepat dengan angan-angan dan pikiran mereka.

4. Nilai efektivitas biaya program

5. Implementasi dan nilai hasilnya.

Hal inilah yang jarang dilaksanakan oleh pengelola sekolah baik SD maupun SMP di Kabupaten Belitung Timur. Sekolah jarang sekali mengidentifikasi manusia-manusia kunci di masyarakat yang dapat berperan dalam menjembatani kepentingan sekolah dan masyarakat serta untuk menggerakkan masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam proses perencanaan pendidikan di sekolah.

Usaha untuk mengakomodir kepentingan masyarakat umumnya hanya dilakukan melalui jalur formal saja seperti rapat-rapat yang dilaksanakan di sekolah. Padahal menurut Pidarta (2005) diatas, sekolah hendaknya juga memperhatikan angan-angan dan pikiran mereka terhadap lembaga pendidikan dengan kontak-kontak secara kebetulan seperti yang dilakukan oleh SMPN 5 Manggar. Hal inilah yang menyebabkan hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat disekitarnya tidak terjalin secara harmonis.

Dalam penyusunan rencana tahunan (RAPBS) juga campur tangan Pemerintah Daerah juga sangat dominan dengan mengatur bahwa RAPBS harus disusun berdasarkan jumlah biaya yang dialokasikan dalam APBD dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diperoleh dari APBN dengan peruntukan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan sekolah tidak dapat berkreasi dan berinovasi dalam merencanakan anggaran pembangunan di sekolahnya setiap tahun. Padahal menurut Hasbullah (2006) dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, sekolah seharusnya mendapat kesempatan untuk menentukan sendiri kebijakan-kebijakan dalam bidang pendidikan dengan tujuan lebih meningkatkan kualitas dan daya tarik sekolah tersebut termasuk didalamnya yaitu kebijakan untuk merencanakan sendiri kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pendidikan serta merencanakan sendiri biaya-biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (orang tua siswa). Dengan memperhatikan hal tersebut, jelas tidak diperlukan adanya penyeragaman antara sekolah yang satu dengan sekolah lain.

Program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai salah satu program pembangunan bidang pendidikan dasar dan menengah yang didalamnya memuat model perencanaan pembangunan pendidikan di sekolah menurut Hasbullah (2006) akan memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah dan medorong sekolah untuk meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu essensi MBS adalah otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

Hal serupa juga dikemukan oleh Brown dalam Hasbullah (2006) yang menyatakan bahwa karakteristik utama dan efektif dalam penerapan MBS di sekolah mencakup otonomi, fleksibilitas, responsibilitas, perencanaan sekolah, deregulasi sekolah, partisipasi lingkungan sekolah, kolaborasi dan kerjasama antara sesama warga sekolah.

Berdasarkan Juklak Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas model perencanaan pendidikan harus dimulai dari perencanaan di sekolah yang bersama-sama dengan Komite Sekolah membuat apa yang disebut dengan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan Rencana tahunan dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). RPS ini nantinya akan menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten bersama Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota untuk menyusun Rencana Pengembangan Pendidikan di Kabupaten (RPPK) dengan mengacu arah dan kebijakan pembangunan pendidikan provinsi dan nasional yang termuat dalam RPJM Provinsi dan RPJM Nasional. RABPS dan RPPK inilah nantinya menjadi sebagai salah satu acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas Pendidikan Kabupaten.

Adapun model yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas untuk proses perencanaan pendidikan di sekolah dapat dilihat pada gambar berikut :



Sumber : Diolah dari Juklak Penyusunan RPS dan RPPK Dirjen Dikdasmen Depdiknas 2006

Gambar 5

Alur Perencanaan Pendidikan di Kabupaten

Dari gambar 5 diatas nampak bahwa dalam perencanaan pada level sekolah, masyarakat dan warga sekolah (dalam hal ini yaitu kepala sekolah, guru, dan komite sekolah) secara bersama menyusun perencanaan di sekolah baik itu perencanaan jangka menengah (RPS) dan perencanaan tahunan RAPBS. Dalam penyusunan RPS yang memuat visi dan misi sekolah harus mempedomani RPJM Daerah dan RAPBS di susun dengan mempedomani RPS. RPS ini juga dijadikan bahan masukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam menyusun RPPK dan Renstra Dinas selain mengacu pada RPJM. Kemudian dalam menyusun Rancangan Rencana Kerja Dinas (Renja SKPD) harus mengacu pada Renstra yang telah disusun dan menjadi RAPBS sebagai bahan masukan. Rancangan Rencana Kerja inilah yang dipaparkan dalam musrenbang kecamatan kemudian dibahas pada Musrenbang Kabupaten.

Dalam penyusunan RPPK dan Renstra Dinas Pendidikan juga ternyata tidak mengacu pada RPS yang telah disusun oleh sekolah. Bahkan ternyata dokumen perencanaan menengah sekolah tersebut tidak dimiliki oleh Dinas Pendidikan Kabupaten sehingga setiap kali menyusun perencanaan tahunan, Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur selalu meminta data di sekolah yang sebetulnya data tersebut dapat dipantau melalui RPS yang disusun dari sekolah. Pola penyusunan Rancangan Rencana Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur hanya berpatokan pada Renstra yang telah disusun dan RPJM Daerah tanpa memperhatikan RAPBS yang telah disusun sekolah.

Dengan demikian aspirasi dan informasi dari masyarakat berkaitan dengan kebutuhannya terhadap pendidikan dasar di wilayahnya juga tidak tersalurkan melalui jalur perencanaan sekolah ini.

Nurlina (2007) mengemukakan bahwa dalam perencanaan partisipatif memerlukan informasi dari masyarakat dalam arti perlu pendekatan pada masyarakat untuk melaksanakan perencanaan pendidikan pada satu tempat (daerah). Dalam arti hubungan lembaga pendidikan dengan komunikasinya merupakan dasar untuk memudahkan pelaksanaan perencanaan pendidikan partispatori seperti kebiasaan lembaga pendidikan dan masyarakat bekerja sama membangun pendidikan. Komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat merupakan realisasi teori common sense dalam komunikasi, bukan teori kompetisi atau teori kontrol.

Dapat disimpulkan dari paparan diatas bahwa penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai salah satu program pembangunan bidang pendidikan secara nasional yang didalamnya termasuk model perencanaan sekolah tidak terwujud sama sekali dalam pembangunan pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur.

Dari kedua jalur perencanaan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur itu sama sekali tidak menunjukkan adanya alur pendekatan dari bawah ke atas (bottom up approach). Menurut Wrihatnolo dan Nugroho (2006) alur perencanaan pembangunan dengan pendekatan dari bawah ke atas menggariskan bahwa inisiatif perencanaan berasal dari berbagai unit atau divisi yang disampaikan ke atas sampai pada tingkat institusi. Oleh karena itu, strategi kelembagaan merupakan gabungan dari strategi-strategi ini.

Satu-satunya bentuk perencanaan Bottom Up Approach yang diterapkan di Kabupaten Belitung Timur yaitu hanya dari permintaan data mengenai kondisi sarana dan prasarana dari sekolah yang dijadikan dasar dari Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur untuk menyusun perencanaan jangka pendek (rencana kerja tahunan) Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur yang dilaksanakan setiap tahun.

Adapun alur pendekatan perencanaan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur lebih mengarah pada pola pendekatan dari atas ke bawah (top down approach). Pada alur pendekatan model ini menggariskan bahwa perumusan strategi yang telah disatukan dan dikoordinasikan oleh pimpinan tertinggi dibantu oleh para manager pada level dibawahnya. Strategi menyeluruh ini kemudian dipakai sebagai suatu penentu sasaran-sasaran dan mengevaluasi kinerja unit masing-masing.

Conyers (1992) sebetulnya telah mengidentifikasi masalah ini, bahkan dikatakan sebagai masalah yang paling serius dalam proses perencanaan partisipatif dimana meskipun perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar telah didesentralisasikan, orang-orang awam pada tingkat masyarakat atau desa jarang atau masih belum terlibat secara langsung didalam proses perencanaan. Perencanaan dijalankan oleh pejabat lokal atau perwakilan (komite sekolah) yang diangkat secara lokal. Meskipun orang-orang ini lebih besar kemungkinan untuk mengenal kondisi lokal, penduduk biasanya tidak langsung terlibat dalam proses perencanaan.

Sebagian besar pengelola sekolah dan perencana di Dinas Pendidikan maupun di Bappeda Kabupaten Belitung mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk melibatkan masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan bidang pendidikan. Conyers (1992) mengemukakan bahwa sebetulnya ada dua faktor yang benar-benar penting dalam menentukan apakah masyarakat benar-benar ingin terlibat dalam suatu perencanaan atau tidak. Pertama yaitu hasil keterlibatan masyarakat itu sendiri, yaitu masyarakat tidak akan berpartisipasi atas kemauan sendiri atau dengan antusias yang tinggi dalam kegiatan perencanaan kalau mereka merasa bahwa partisipasi mereka dalam perencanaan tersebut tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap perencanaan akhir. Kedua yaitu masyarakat merasa enggan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menarik minat mereka atau aktivitas yang tidak mempunyai pengaruh langsung yang dapat mereka rasakan.

Dalam kasus partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur, dalam proses penyusunan perencanaan tampak bahwa masyarakat umumnya ditempatkan sebagai pendengar saja dari perencanaan yang telah disusun oleh sekolah, sehingga ada kemungkinan mereka beranggapan bahwa apapun yang mereka usulkan nantinya akan terganjal oleh peruntukan anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dan perencanaan akhir tetap berada ditangan pejabat lokal, dalam hal ini yaitu kepala sekolah dan Dinas Pendidikan serta Bappeda Kabupaten Belitung Timur.

Selain itu kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik terhadap masyarakat maupun pada kepala sekolah seperti yang disampaikan oleh masyarakat dan kepala sekolah dalam wawancara juga ikut mempengaruhi kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Hal ini dapat dirasakan jarangnya usulan pembangunan bidang pendidikan dasar melalui jalur musrenbang tingkat desa dan seringkali masyarakat yang diundang untuk mengikuti proses perencanaan di sekolah enggan untuk datang. Bahkan secara umum masyarakat sepenuhnya menyerahkan urusan pendidikan keluarga mereka secara formal kepada pemerintah.

B. Pengalokasian Anggaran Belanja Pembangunan Bidang Pendidikan

Pada prinsipnya anggaran pembangunan daerah atau yang dikenal dengan APBD tidak jauh berbeda dengan anggaran pembangunan secara nasional, hanya cakupannya lebih sempit dalam suatu wilayah tertentu. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiyaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Permendagri Nomor 58 tahun 2008. Namun dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Belitung Timur tahun 2008 hanya menggunakan Permendagri nomor 13 Tahun 2006 karena saat proses penyusunan anggaran tahun 2008 pada akhir tahun 2007 belum ada petunjuk pelaksanaan dari permendagri nomor 58 tahun 2008. Adapun yang termasuk pendapatan daerah yaitu berupa pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain yang sah. Untuk belanja dibedakan menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Sedangkan untuk pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah.

Jika dilihat dari struktur APBD Kabupaten Belitung Timur tahun 2008 yang telah diundangkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang APBD Kabupaten Belitung Timur dan disertai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penjabaran APBD tahun 2008, dapat dilihat bahwa APBD Kabupaten Belitung Timur secara normatif telah mengikuti peraturan yang ditentukan dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. APBD Kabupaten Belitung Timur terdiri dari Pendapatan yang diuraikan lagi dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain-lain yang sah. Komponen Belanja dalam struktur APBD tersebut dibagi menjadi Belanja Tidak Langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tak terduga, dan Belanja Langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Untuk pembiayaan pendidikan disebutkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pemerintah dan pemerintah daerah diwajibkan untuk menganggarkan minimal 20 % anggaran belanjanya untuk belanja dibidang pendidikan diluar gaji pegawai dan guru. Jika dilihat dalam uraian APBD tersebut ternyata Kabupaten Belitung Timur menganggarkan sebesar Rp. 82.571.865.661,60 atau sekitar 20,67% termasuk gaji pegawai dan guru dalam biaya tidak langsung. Jika belanja tidak langsung ini dikeluarkan maka sebenarnya belanja pendidikan di Kabupaten Belitung Timur hanya 7,88% atau sebesar Rp. 31.453.546.386,00 termasuk dana DAK yang sebenarnya sudah termuat dalam perhitungan APBN.

Sebagai alat politik seperti yang ungkapkan oleh Mardiasmo diatas, berdasarkan besaran dana pendidikan dalam APBD Kabupaten Belitung Timur (7,88%) dapat dilihat sejauhmana komitmen politik Kepala Daerah beserta DPRD dalam memajukan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur. Bila dikaitkan dengan prioritas pembangunan yang tergambar dalam misi yang akan dilakukan ternyata pemenuhan misi untuk memberikan jaminan kesehatan dan pendidikan seperti yang tertulis dalam RPJM Daerah 2005 – 2010 belum terpenuhi.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Penyusunan Perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar

Sebagaimana layaknya suatu aktivitas yang terkait dengan masalah sosial kemasyarakatan dan selalu bersifat dinamis, keberhasilan atau kegagalan program perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Menurut pendapat yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Duetche Stiftung for Internationale Entwickliing (DSE) yang dikutip oleh Riyadi (2004), hal-hal yang dapat mempengaruhi perencanaan pembangunan daerah tersebut antara lain :

1. Kestabilitan politik dan keamanan dalam negeri

2. SDM perencana

3. Realistis, sesuai dengan kemampuan sumberdaya dan dana

4. Koordinasi yang baik

5. Top Down dan Bottom Up Planning

6. Sistem Pemantauan dan pengawasan yang terus menerus

7. Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat.

Dari beberapa orang informan dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur. Faktor-faktor tersebut dipilah menjadi faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan.

Adapun unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyusunan rencana pendidikan baik dari jalur musrenbang maupun jalur sekolah adalah sebagai berikut :

1. Perencana dari Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

2. Kepala Sekolah dan pengelola sekolah lainnya.

3. Komite Sekolah

4. Bappeda Kabupaten Belitung Timur

5. Masyarakat umum yang dalam hal ini diwakili oleh orangtua siswa/wali murid.

A. Faktor-faktor yang menghambat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan seperti pengelola sekolah, masyarakat, sektor swasta dan dari unsur pemerintah daerah

Faktor-faktor yang menghambat proses perencanaan dari pengelola sekolah yaitu rendahnya kemampuan kepala sekolah dalam hal menyusun perencanaan pembangunan di sekolahnya. Sebagai motor penggerak proses perencanaan di sekolah, kemampuan kepala sekolah menjadi sangat penting dan bahkan menjadi kunci bagi berhasil tidaknya proses perencanaan pembangunan pendidikan di sekolah. Selain itu keterbatasan jumlah staf perencanaan pada Dinas Pendidikan juga menjadikan hambatam dalam proses perencanaan.

Masih dalam kerangka kemampuan sumberdaya manusia perencana, lemahnya koordinasi antar instansi baik secara vertikal antara sekolah, UPTD dan Dinas Pendidikan maupun secara horizontal antara Dinas Pendidikan dengan SKPD yang lain di Kabupaten Belitung Timur ikut menghambat terlaksananya suatu proses perencanaan yang ideal.

Sebagai contoh, berdasarkan lampiran pada PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan Kabupaten/Kota bidang kebudayaan yaitu untuk menanamkan nilai-nilai tradisi serta pembinaan dan pekerti bangsa. Urusan ini diserahkan pada Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur yang pada pelaksanaannya banyak melibatkan sekolah-sekolah seperti dalam pelaksanaan festival seni antar sekolah. Perencanaan kegiatan ini ternyata dilakukan tanpa melibatkan Dinas Pendidikan sehingga seringkali terjadi adanya tumpang tindih jadwal kegiatan dan sekolah yang terlibat tidak pernah menganggarkan dana untuk persiapan kegiatan tersebut.

Lemahnya koordinasi ini sebenarnya dapat diatasi pada saat kegiatan rakorbang di tingkat Kabupaten atau dalam forum koordinasi SKPD yang difasilitasi oleh Bappeda Kabupaten Belitung Timur. Namun dalam kenyataannya walaupun sudah diadakan rapat koordinasi di tingkat Kabupaten Belitung Timur yang melibatkan seluruh SKPD, namun pada implementasi dari perencanaan yang sudah disusun dalam rapat koordinasi tersebut ada keengganan dari pihak Dinas Pendidikan untuk ikut berperan dalam kegiatan yang dilakukan oleh instansi lain dengan alasan tidak ada pemberitahuan atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa masih terlihat adanya ego sektoral yang sangat kuat di lingkungan SKPD di Kabupaten Belitung Timur.

Dari segi kemampuan kepala sekolah sebagai perencana di Kabupaten Belitung Timur untuk menggerakkan sumberdaya manusia disekitarnya (dalam hal ini masyarakat di lingkungan sekolah dan sektor swasta) masih sangat rendah. Hal inilah yang menjadi penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dan swasta dalam proses perencanaan di tingkat sekolah. Poppe dalam Riyadi (2004) menyatakan bahwa peranan dan fungsi yang mesti dapat dilakukan seorang perencana cukup luas dan kompleks. Si perencana tidak hanya melaksanakan peranan seorang perencana ahli yang terampil dari segi teknik, tapi juga peranan-peranan lainnya seperti agen perubahan, pendidikan non-formal, koordinator pelayanan, penggerak sumber daya, manajer program, negosiator, moderator dan evaluator serta harus memiliki pandangan jauh kedepan (futuristik).

Pola pendanaan pendidikan yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Belitung Timur dimana dalam penyusunan RAPBS hanya memuat anggaran operasional sekolah (biaya rutin) yang besaran serta penggunaan dananya sudah ditentukan juga ikut menghambat proses perencanaan yang ada di sekolah. Apalagi dengan diberlakukannya sekolah gratis untuk seluruh lapisan masyarakat dan lemahnya regulasi yang mendefinisikan sekolah gratis tersebut membuat pengelola sekolah tidak berani untuk menggali sumberdana yang berasal dari masyarakat. Padahal menurut Riyadi (2004) dalam suatu perencanaan yang baik sudah dapat diperhitungkan dan dipertimbangkan masalah pendanaannya mulai dari berapa jumlah kebutuhannya, dari mana sumbernya dan bagaimana cara mengelolanya. Tentunya tidak diharapkan adanya hasil perencanaan yang tidak bisa diimplementasikan karena ketiadaan dana.

B. Faktor-faktor yang mendukung dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan seperti pengelola sekolah, masyarakat, sektor swasta dan dari unsur pemerintah daerah

Faktor-faktor yang mendukung proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan yaitu adanya sistem perencanaan partisipatif yang baik yang ingin diterapkan oleh Pemerinah Kabupaten Belitung Timur. Dalam model perencanaan ini sebenarnya seluruh unsur dapat memainkan peranannya dalam proses perencanaan. Namun sangat disayangkan dalam implementasi proses penyusunan perencanaan tersebut, banyak kepentingan-kepentingan, terutama kepentingan masyarakat yang tidak dapat tersalurkan karena terbatasnya kemampuan perencana dalam menggali sumberdaya yang ada disekitarnya. Dari segi sosial dan budaya masyarakat Belitung Timur yang sebagian besar merupakan suku melayu, pola musyarawah adalah suatu hal yang lazim dan sering digunakan oleh masyarakat.

Selain itu, ketersediaan dokumen perencanaan yang terarsip secara baik juga ikut mendukung proses perencanaan yang dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah pada setiap instasi sebagai acuan bagi SKPD dalam menyusun Rencana Strategis dan Rencana Kerja Tahunan mereka.

Adanya keinginan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam perencanaan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur ditunjukkan oleh pengalaman proses penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh SMP Negeri 5 Manggar. Permasalahan kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pendidikan sebetulnya belum tentu dikarenakan faktor sosial dan budaya masyarakat, tetapi melalui contoh pada SMP Negeri 5 Manggar, dengan pendekatan yang tepat partisipasi masyarakat tersebut dapat diwujudkan.

Implikasi dari perencanaan tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan

Dalam RPJM Derah Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 -2010 disebutkan bahwa visi dari Kabupaten Belitung Timur yaitu untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dengan memberdayakan sumber daya alam (SDA) di Kabupaten Belitung Timur. Sejalan dengan visi tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur juga telah merumuskan visi sebagai tujuan yang hendak dicapai dalam pembangunan bidang pendidikan, khususnya pendidikan dasar, yaitu terwujudnya masyarakat Kabupaten Belitung Timur yang berkualitas melalui pendidikan yang dimilikinya. Untuk mencapai tujuan tersebut telah disiapkan dan dilaksanakan beberapa strategi yang termuat dalam misi pembangunan yang dilaksanakan seperti yang tertulis dalam Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 – 2010 diantaranya yaitu :

1. Meningkatkan kualitas pendidikan

2. Meningkatkan sarana dan prasarana di semua jenjang pendidikan.

3. Meningkatkan kualitas tenaga kependidikan di semua jenjang pendidikan.

4. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan

Sesuai dengan fokus pada penelitian ini, akan dilihat sejauh mana dampak dari pendekatan perencanaan yang dilakukan dengan pencapaian misi pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan dan bagaimana peningkatan kualitas pendidikan serta peningkatan kualitas sarana dan prasarana pada jenjang pendidikan dasar yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam rencana strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur, yaitu terwujudnya masyarakat Kabupaten Belitung Timur yang berkualitas melalui pendidikan yang dimilikinya

A. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan Bidang Pendidikan Dasar di Kabupaten Belitung Timur

Dari hasil penelitian ternyata diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur masih sangat rendah. Hal ini lebih disebabkan karena pola perencanaan yang digunakan walaupun harapannya akan memunculkan gabungan pola Top Down dan Bottom Up, tetapi pada implementasi dalam proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar hanyalah merupakan pola Top Down saja dimana kepentingan masyarakat dalam bidang pendidikan dasar tidak tersalurkan baik dalam mekanisme musrenbang maupun melalui perencanaan pendidikan di sekolah.

Wahyudi (2006) mengemukakan bahwa konsep partisipasi dengan pola bottom up dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sebaliknya. Konsep ini adalah suatu hak masyarakat untuk secara sistematis melibatkan dalam proses pengambilan keputusan sampai ke tingkat yang paling bawah. Demikian pula sebaliknya seperti yang terjadi di Kabupaten Belitung Timur. Dengan pola pendekatan perencanaan yang cenderung Top Down justru membuat masyarakat berpendapat bahwa urusan pendidikan formal seperti pendidikan dasar adalah urusan pemerintah saja dan tidak perlu melibatkan masyarakat didalamnya seperti yang dikemukan oleh salah seorang informan dari masyarakat.

Dikemukan pula oleh Abe (2005) bahwa prinsip dalam melibatkan masyarakat secara langsung adalah apa yang disebut dengan melibatkan kepentingan masyarakat yang hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian mulai sejak dari awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat ini akan menjadi penjamin bagi suatu proses yang baik dan benar. Dalam proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur, nampak bahwa sebenarnya peluang partisipasi yang diberikan kepada masyarakat dengan pola pendekatan yang terlalu formil belum terlaksana secara optimal karena ternyata kondisi sosial budaya masyarakat di daerah tersebut kurang menyukai pendekatan yang formal. Dengan kurangnya peluang partisipasi masyarakat dalam perencanaan bidang pendidikan ini mengakibatkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan bidang pendidikan dasar secara keseluruhan. Kartiwa (2008) mengungkapkan bahwa ada dua hal penting yang diperhatikan berkenaan dengan partisipasi publik, yaitu peluang partisipasi yang diberikan oleh pemerintah kepada publik dan keterlibatan atau keikutsertaan publik untuk ambil bagian dalam proses pembangunan. Keterlibatan publik adalah sarana untuk menjamin bahwa warga memiliki suara langsung dalam keputusan publik (direct voice in public decisions).

Lebih lanjut Wahyudi (2006) menjelaskan bahwa dalam pendekatan partisipatoris, pembangunan dimaknai sebagai proses bagi masyarakat untuk :

1. Mengorganisasikan diri mereka menjadi pelaku pembangunan, guna menyelesaikan masalah serta untuk meningkatkan kemampuan manajemen sumberdaya dan organisasi, supaya mereka secara berkelanjutan dapat memperbaiki peningkatan kesejahteraan.

2. Mentransformasikan sistem sosial lokal dan sistem sosial yang diatasnya menjadi sesuatu yang mempromosikan dan mendukung perwujudan lingkungan sosial yang mandiri, kolaboratif dan demokratis.

Pernyataan yang lebih tegas mengenai keterkaitan antara partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan dengan partisipasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan dikemukakan oleh Cunningham dalam Pidarta (2006) yang menyatakan bahwa dari kenyataan hasil penelitian, dengan berpartisipasi dalam perencanaan, komitmen masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan akan menjadi lebih tinggi dan mereka akan saling bahu-membahu untuk membantu pengembangan pendidikan di daerahnya. Sebaliknya jika partisipasi masyarakat dalam perencanaan rendah akan membuat komitmen masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan akan menjadi lebih rendah dan bahkan mereka menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan warganya kepada pihak sekolah selaku penyelenggara pendidikan dan urusan pengembangan pendidikan didaerahnya sepenuhnya dianggap urusan pemerintah semata.

Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan konsep good governance yang saat ini menjadi trendcenter konsep pembangunan di Indonesia dengan tiga pilarnya yaitu masyarakat (civil society), pemerintah (goverment), dan pihak swasta (Privat sector). Pola pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja tanpa melibatkan pilar yang lain.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan pola pendekatan perencanaan yang dilaksanakan di Kabupaten Belitung Timur ternyata memberikan dampak rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan kenyataan ini salah satu misi dari dinas pendidikan Kabupaten Belitung Timur untuk memberdayakan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan belum terlaksana.

B. Kemajuan pembangunan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur

Misi lain yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan pendidikan yaitu meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan termasuk pendidikan dasar dengan asumsi bahwa jika kualitas sarana dan prasarana pendidikan meningkat maka akan meningkatkan kualitas pendidikan dan dengan demikian maka tujuan pembangunan bidang pendidikan, yaitu terwujudnya masyarakat Kabupaten Belitung Timur yang berkualitas melalui pendidikan dapat tercapai.

Dengan pola perencanaan yang dilakukan pada saat ini sangat sulit bagi perencana di Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur maupun pada Bappeda Kabupaten Belitung Timur untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana yang ada sekolah. Hal ini yang menyebabkan masih adanya pemberian bantuan untuk sekolah yang kurang tepat sasaran seperti yang dikemukan oleh salah seorang informan bahwa ada sekolah yang kondisinya masih bagus mendapatkan bantuan untuk rehabilitasi, tetapi disisi lain ada sekolah yang sarana sanitairnya rusak malah hingga saat ini belum mendapatkan bantuan dana untuk merehabilitanya. Sedangkan bantuan dari masyarakat tidak dapat diandalkan karena adanya ketakutan pihak sekolah untuk menerima atau menghimpun dana dari masyarakat maupun dari dunia industri (privat sektor).

Demikian pula untuk pemenuhan standar sarana dan prasana sekolah. Dari segi pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar, standar sarana dan prasarana yang harus dipenuhi telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Dalam Permendiknas Nomor 24 tersebut disebutkan bahwa untuk jenjang pendidikan SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut :

1. ruang kelas,

2. ruang perpustakaan,

3. laboratorium IPA,

4. ruang pimpinan,

5. ruang guru,

6. tempat beribadah,

7. ruang UKS,

8. jamban,

9. gudang,

10. ruang sirkulasi,

11. tempat bermain/berolahraga.

Sedangkan untuk jenjang pendidikan SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut :

1. ruang kelas,

2. ruang perpustakaan,

3. ruang laboratorium IPA,

4. ruang pimpinan,

5. ruang guru,

6. ruang tata usaha,

7. tempat beribadah,

8. ruang konseling,

9. ruang UKS,

10. ruang organisasi kesiswaan,

11. jamban,

12. gudang,

13. ruang sirkulasi,

14. tempat bermain/berolahraga.

Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap SD dan SMP di Kabupaten Belitung Timur ternyata hampir seluruhnya tidak memenuhi persyaratan prasarana minimun seperti yang telah ditetapkan. Padahal jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun 2007 disebutkan bahwa Pemerintah kabupaten/kota menjamin:

1) tersedianya dana, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan untuk setiap satuan pendidikan dalam melaksanakan program pencapaian SNP;

2) kesiapan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerahnya untuk melaksanakan program pencapaian SNP.

Selain itu juga diberdasarkan Permendiknas Nomor 50 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan perencanaan program pemenuhan SPM bidang pendidikan pada satuan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam SNP. Namun pada kenyataan bahwa perencanaan pemenuhan SPM bidang pendidikan pada satuan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur belumlah optimal.

Keterbatasan dana sekali lagi menjadi alasan bagi pemerintah daerah yang menyebabkan terhambatnya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Padahal jika mengacu pada UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah daerah diwajibkan menyediakan minimal 20 % dari dana APBD untuk pembangunan bidang pendidikan termasuk pendidikan dasar. Namun kenyataannya, pada tahun 2008 dana untuk pendidikan termasuk pendidikan dasar baru mencapai 7,8 %.

Dengan keterbatasan sarana dan prasarana ini maka wajar saja jika guru dan kepala sekolah merasa pesimis terhadap tercapainya tujuan pendidikan seperti yang diharapkan dalam visi Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

Dilihat dari tujuan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur, pengukuran indikator kemajuan pembangunan pendidikan dasar bagi seluruh masyarakat usia sekolah dilakukan pada upaya menjamin agar semua anak usia sekolah menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Menurut Wrihatnolo dan Nugroho (2006) indikator yang dapat digunakan yaitu :

1. Angka Partisipasi di Sekolah Dasar dan sederajat.

2. Angka Partisipasi di Sekolah Menengah Pertama dan sederajat

3. Angka Putus Sekolah

Dari data hasil penelitian seperti yang terlihat dalam gambar 12, tampak selama 3 tahun pertama angka putus sekolah menunjukkan peningkatan baik untuk jenjang SD maupun SMP. Baru setelah tahun keempat menunjukkan penurunan yang cukup drastis. Namun jika angka putus sekolah di Kabupaten Belitung Timur ini dibandingkan dengan Kabupaten yang lain tampak bahwa angka putus sekolah baik untuk SD maupun SMP di Kabupaten Belitung Timur masih cukup tinggi.

Dilihat dari data angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang pendidikan SD memang di Kabupaten Belitung Timur telah menunjukkan angka diatas 100 % dalam artian bahwa seluruh anak usia SD telah menyelesaikan pendidikan SD walaupun dalam kenyataan masih ada siswa yang putus sekolah di SD. APK diatas 100 % ini menunjukkan bahwa ada anak yang berusia dibawah 7 tahun dan diatas 12 tahun yang masih bersekolah di SD.

Sedangkan untuk jenjang pendidikan SMP, Angka Partisi Kasar memang menunjukkan peningkatan walaupun hanya sedikit. Namun apabila dibandingkan dengan APK dari kabupaten yang lain dalam satu provinsi ternyata APK untuk jenjang pendidikan SMP ini masih termasuk yang rendah. Bahkan dengan tingkat kemajuan seperti itu harapan pemerintah pusat untuk dapat menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Belitung Timur pada tahun 2008/2009 sangat kecil sekali. Sebagai catatan, suatu daerah dikatakan telah menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar apabila APK SMP telah mencapai diatas 95 %.

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan pola perencanaan yang cenderung top down, kemajuan pembangunan pendidikan di Kabupaten Belitung Timur walaupun ada namun berjalan sangat lamban sekali dan tujuan pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkan masyarakat Kabupaten Belitung Timur yang berkualitas melalui pendidikan sulit tercapai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan pada tahun 2025.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Secara normatif proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Belitung Timur telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun pada pelaksanaan penyusunan perencanaan pembangunan daerah ternyata lebih dominan menggunakan pendekatan top down approach baik dari jalur musrenbang maupun dari jalur perencanaan sekolah. Bentuk perencanaan bottom up approach hanya terlihat pada pengumpulan data dari sekolah yang dijadikan dasar oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur untuk menyusun rencana kerja tahunan.

2. Pengalokasian belanja daerah Kabupaten Belitung Timur untuk sektor pendidikan dasar masih jauh dari yang diharapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengharapkan anggaran untuk pendidikan minimal 20 % dari anggaran belanja daerah diluar gaji pegawai dan pendidikan kedinasan. Pada tahun 2008 alokasi anggaran untuk pendidikan hanya 7,88% termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan dari total dana APBD Kabupaten Belitung Timur.

3. Faktor-faktor yang menghambat dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan yaitu sebagai berikut :

- Kurangnya kemampuan perencana terutama kepala sekolah dan keterbatasan tenaga perencana di Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur.

- Pola penyusunan rencana pendanaan pendidikan yang diterapkan di sekolah dimana RAPBS hanya memuat memuat anggaran rutin sekolah yang besaran dan penggunaan dana sudah ditentukan terlebih dahulu oleh pemerintah Kabupaten Belitung Timur sehingga kreativitas kepala sekolah dalam menyusun perencanaan pembiayaan pendidikan di sekolahnya terbatas pada penyusunan biaya rutin saja.

- Kurangnya koordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah yang sama-sama menangani program yang berkaitan dengan pendidikan dasar seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Sosial dan Dinas Pemukinan dan Prasarana Wilayah.

4. Faktor-faktor yang mendukung dari unsur-unsur yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur yaitu sebagai berikut :

- Adanya dokumen-dokumen perencanaan yang terarsip secara baik dan digunakan sebagai dasar untuk penyusunan perencanaan.

- Adanya keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses perencanaan pendidikan walaupun dengan pendekatan yang sifatnya tidak terlalu formal.

5. Rendahnya peluang partisipasi yang diberikan kepada masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar mengakibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan dasar secara keseluruhan sangat kecil dan hal ini menyebabkan pencapaian tujuan pembangunan bidang pendidikan dasar sebagai visi yang ingin dicapai seperti yang tertulis dalam Rencana Strategis Dinas Pendidikan sangat sulit tercapai tepat pada waktu yang direncanakan.

6. Dampak dari pola perencanaan pembangunan bidang pendidikan dasar yang diterapkan di Kabupaten Belitung Timur mengakibatkan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan sangat lambat dan hal ini menyebabkan lambatnya kemajuan pembangunan bidang pendidikan dasar sehingga tujuan yang pembangunan bidang pendidikan yang diinginkan sulit untuk tercapai tepat pada waktu yang telah direncanakan.

Saran - Saran

Dari hasil penelitian ini, untuk memperoleh kemajuan pembangunan bidang pendidikan dasar di Kabupaten Belitung Timur dari segi proses perencanaan pembangunan disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Proses perencanaan dengan pola pendekatan Bottom Up dapat lebih diefektifkan baik dari jalur musrenbang dengan melibatkan pihak sekolah dan komite sekolah dalam kegiatan musrenbang desa dan kecamatan maupun dari jalur perencanaan sekolah dengan melibatkan anggota masyarakat di lingkungan sekolah serta komite sekolah dalam proses perencanaan pembangunan pendidikan di sekolah baik untuk tingkat SD maupun SMP.

2. Partisipasi masyarakat dapat ditumbuhkan dengan melaksanakan sosialisasi pentingnya arti pendidikan, khususnya pendidikan dasar bagi masyarakat dan dengan membuat usulan masyarakat baik melalui jalur musrenbang maupun jalur sekolah betul-betul diakomodir dan menjadi perencanaan final dibidang pendidikan dasar. Hal ini penting dilaksanakan agar masyarakat tidak merasa bahwa usulan yang mereka berikan tidak menjadi percuma dan hanya sebagai bahan pelengkap saja. Teknik pendekatan sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan formal saja, tetapi juga melalui pendekatan non formal seperti pendekatan secara kekeluargaan seperti yang dicontohkan oleh SMPN 5 Manggar.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur melalui Dinas Pendidikan sebaiknya memberikan pelatihan yang berkesinambungan untuk kepala sekolah terutama untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dalam hal manajemen sekolah, khususnya dalam hal perencanaan pengembangan sekolah.

4. Pendanaan bidang pendidikan dasar sebaiknya menjadi prioritas utama sesuai dengan program pemerintah terutama untuk menuntaskan gerakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu dengan meningkatkan program akses pendidikan dasar maupun program peningkatan mutu pendidikan dasar dan berupaya memenuhi tuntutan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari anggaran belanja daerah diluar gaji pegawai dan pendidikan kedinasan. Untuk itu diperlukan persamaan persepsi antara semua stakeholder akan pentingnya pendidikan dasar bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai dasar untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Cetakan IV. Pembaruan : Yogyakarta.

Arsyad, Lincolin., 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Kedua. BPFE : Yogyakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Belitung Timur dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Belitung Timur. 2007. Belitung Timur Dalam Angka, Belitung Timur In Figures 2006, Bappeda Belitung Timur dan BPS Kabupaten Belitung Timur : Manggar.

Bafadal, Ibrahim. 2003. Teknik Analisis Data Penelitian Kualitatif. Dalam Metodologi Penelitian Kualitif : Tinjauan Teori dan Praktis. Editor : Masykuri Bakri. Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang dan Visipress : Malang.

Conyers, Diana. 1992. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga, Suatu Pengantar. Indonesian Edition. Terjemahan Susetiawan. Gajah Mada University Pers. Yogyakarta.

Dwiyanto, Djoko., 2007. Metode Kualitatif : Penerapannya dalam Penelitian. Fakultas Ilmu Budaya UGM. www.inparametric.com.

Faludi, Andreas., 1976. Planning Theory. Urban and Regional Planning Series Vol. 7. Pergamon Press.

Fatah, Nanang., 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Frederickson, H. George., 1988. Administrasi Negara Baru. Terjemahan Al-Ghozie Usman. Cetakan Ketiga. LP3ES : Jakarta.

., 1997. The Spirit of Public Administration. The Jose-Bass Public Administration Series. Jossey-Bass Inc. Publisher : San Fransisco.

Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan : Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Rajawali Pers : Jakarta.

Kartiwa. 2008. Paradigma Administrasi Demokratis Tentang Pelayanan Prima. Makalah disampaikan pada kuliah Umum Pasca Sarjana Unibraw tanggal 5 Juli 2008 di FIA Unibraw, Malang.

Koster, Wayan., 2006. Membangun Kemandirian dan Peradaban Bangsa Melalui Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Nomor 61 Bulan Juli 2006.

Kunarjo. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta.

McNabb, David E., 2002. Research Methods In Public Administration and Non Profit Management : Quantitative and Qualitative Approaches. M.E. Sharpe : USA.

Muhammad, Fadel. 2007. Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi Gorontalo. Makalah pada Workshop Best Practice Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Daerah di Belle Li Mbui Gorontalo tanggal 15 Pebruari 2007.

Muluk, M.R. Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah : Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem. Bayumedia Publishing : Malang.

Pasolong, Harbani., 2007. Teori Administrasi Publik. Penerbit Alfabeta : Bandung.

Pemerintah Kabupaten Belitung Timur. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2005 – 2010. Pemkab Beltim : Manggar.

Pemerintah Kabupaten Belitung Timur. 2008. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2008. Pemkab Beltim : Manggar

Pidarta, Made., 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori : Dengan Pendekatan Sistem. Edisi Revisi. Rineka Cipta : Jakarta.

Riyadi dan Bratakusumah, Deddy Supriady. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Rondinelli, Denis A., John Middleton., and Adriaan M. Verspoor. 1990. Planning Education Reforms in Developing Countries : The Contingency Approach. Duke University Press : London.

Sa’ud, Udin Syaefudin dan Abin Syamsuddin Makmun., 2006. Perencanaan Pendidikan. Cetakan Kedua. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Siagian, Sondang P. 2003. Administrasi Pembangunan : Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Cetakan Ketiga. Bumi Aksara : Jakarta.

Silalahi, Ulbert. 2005. Studi Tentang Ilmu Administrasi; Konsep, Teori dan Dimensi. Cetakan Keenam. Sinar Baru Algesindo : Bandung.

Sjamsuddin, Sjamsiar., 2006. Dasar-Dasar & Teori Administrasi Publik. Agritek YPN : Malang.

Soeryana, Endang., 2007. Menggugah Perspektif Masyarakat Terhadap Paradigma Baru Sistem Pendidikan (Nasional). Edu-Articles.com. 29 Juni 2007.

Suryadi, Ace., 2006. Mewujudkan Sekolah Yang Mandiri dan Otonom. Portal Guru. www.duniaguru.com.

Suryono, Agus., 2001. Teori dan Isu Pembangunan., UM Pers : Malang.

The International Bank for Reconstruction/The World Bank. 2000. Kualitas Pertumbuhan. Terjemahan Marcus Prihminto Widodo. Gramedia : Jakarta.

Tinbergen, Jan. 1987. Rencana Pembangunan. Terjemahan A. Hafid. Cetakan kedua. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta.

Tilaar, H.A.R., 2004. Manajemen Pendidikan Nasional. Cetakan Ketujuh. Remaja Rosdakarya : Bandung.

., 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Rineka Cipta : Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro., 2003. Prospek dan Tantangan Ilmu Administrasi di Era Global. Jurnal Administrasi Negara Vol. III No. 2, Maret 2003.

Tjokrowinoto, Moeljarto., 2007. Pembangunan : Dilema dan Tantangan. Cetakan VI. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

,. 2003. Prospek dan Tantangan Ilmu Administrasi di Era Globalisasi. Jurnal Administrasi Negara Vol. III No. 2 Maret 2003.

Todaro, Michael P. 1999. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keenam Jilid 1 dan 2. Alih Bahasa Oleh Haris Munandar. Erlangga : Jakarta.

Wibawa, Samudra. 2006. Good Governance dan Otonomi Daerah. dalam Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Editor : Agus Dwiyanto. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.

Wrihatnolo, Randy R., dan Riant Nugroho D. 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia : Sebuah Pengantar dan Panduan. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Zauhar, Soesilo., Administrasi Publik. Universitas Negeri Malang.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Barat, Bangka Tengah dan Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2004 – 2009.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Pemerintah Daerah.

Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang Tahun 2007.